7 Puisi Cinta Romantis "Bulan Juni dan Nelangsa" Puisi Muraz Riksi Seniman Bisu

Table of Contents
Puisi Sampah Kata Seniman Bisu

LANGIT JANUARI

MURAZ RIKSI

Suatu petang di tengah hamparan sawah

Menatap tajam pada senja yang sedang merekah

Sayup-sayup cahaya jingga yang indah

Mewarnai langit biru


Ada begitu banyak cerita tentang senja

Ada pula yang mengartikannya sebagai lambang cinta

Tapi tahukah kau?

Bahwa cinta yang seperti senja, indahnya hanya sesaat


Lalu bagaimanakah cinta yang sebenarnya?

Cinta itu seperti udara

Tidak nampak di mata tapi selalu dapat terasa

Bukan senja atau pelangi yang sesaat mewarnai hati


Sejatinya cinta tidak akan pudar

Meski ungkapan cinta, rindu tidak lagi terdengar

Namun di bawah langit januari

Doaku adalah cara untuk mengungkapkan perasaan ini

Karenamu satu-satunya yang kucintai…

Bireuen, 01 Januari 2019



LANGIT FEBRUARI

MURAZ RIKSI

Dalam menanti

Padamu kekasih hati

Seseorang yang selama ini ku impi

Untuk melangkahkan kaki melewati hari-hari


Suka duka akan menjadi rintik hujan membasahi bumi

Tempat kita berpijak di bawah langit februari

Mencari jalan mendekatkan diri

Dengan genggaman tangan yang takkan ku lepas lagi


Dalam menanti

Di bawah langit februari

Tentang kesetian janji suci

Ikrar yang mengikat kita pada hidup ini


Kau, dalam tulisanku kujadikan puisi

Kau, dalam hidupku bagaikan seorang bidadari

Kau dalam doaku adalah perasaan yang menghamparkan ruang hati

Dalam menanti, berdiriku di bawah langit februari…

Bireuen, 05 Januari 2019



LANGIT MARET

MURAZ RIKSI

Pesona senja menawarkan banyak rasa

Tentang rindu, tentang cinta jua tentang kita

Padamu telah kuletakkan sepenuhnya harapan

Mewarnai pelangi seusai rintik-rintik hujan


Padamu kumulai kisahku

Malam ini hujan turun basahi wajahku

Seperti biasanya, melebur pada catatan yang kutulis tentangmu

Teringat kenangan, saat senyummu memanjakanku dalam khayalan


Ya, tepat pada hari dimana kita masih mencari impian

Hari itu melebihi memori ingatanku

Pada frekuensi yang tak kusangka

Kala apa yang kutulis adalah kisahmu


Langit maret yang akan datang

Pesona pelangi dapat kurekat erat

Garis tipis senyuman manis akan menjamuku

Dengan kata kita untuk segala impian membahagiakanmu

Kekasih bulan juni dari atap langit maret…

Bireuen, 09 Januari 2019



KEKASIH BULAN JUNI

MURAZ RIKSI

Rindu tidak pernah berlawanan dengan hati, hangatkan perasaan

dan semua yang melingkar diantara matahari dan bumi

adalah jutaan bintang


Ada banyak bintang bersemai di langit malam

Semua memiliki cahayanya masing-masing

Tidak terlepas dari itu juga

Hamparan luas bumi juga disinari oleh jutaan cahaya

dan salah satu cahaya itu adalah kita


Kepadamu kekasih bulan juni

Kita akan terus berjuang

Berjalan dalam lorong-lorong kerinduan

Melangkah dengan semua harapan

Sebab hati tak lepas oleh rasa dan setia bukanlah kata

Bila senyuman adalah doa


Kekasih bulan juni

Aku masih belum begitu paham perihal rasa

yang kutahu di saat bersamamu aku menjadi bisu

Banyak hal yang ingin kubicarakan denganmu namun mulutku terkunci

Aku terbawa suasana kaku

Mungkin benar tentang saatnya aku mendengar ceritamu


Biarlah aku yang seperti ini dengan tenang dalam diamku

Setidaknya aku bisa menulis

Meskipun belum berani untuk berkata-kata

Tetap saja kamu yang menjadi tokoh ceritanya

dan kuharap kamu lebih banyak menatapku dengan caramu


Kekasih Bulan Juni, ketahuliah

Potret kenangan, kesakitan, peluh asa, perjuangan dan kenyataan

Semua pernah menjadi satu fase kehidupan

Lalu diam membeku dan juga bicara dari hati dengan malam sepi


Sudahlah, menjadi apapun takkan merubah siapapun

Kita hanya perlu berjalan seperti biasanya

Tertawa seperti biasanya

dan perlahan waktu akan mengobati luka yang tertinggal


Ada yang sedang kurenungkan

Tentang berhenti menulis mimpi dan diam sebagai manusia

Kau tahu, ada banyak yang berusaha memperlihatkan dirinya di muka umum

dan ada juga yang menghilang seperti kematian


Kau tahu?

Ada banyak yang berwujud manusia

tapi mereka menggadaikan hatinya untuk sebuah keinginan

Hidupnya untuk inginnya

dan tetap manis dengan senyum palsu

Jangan berpura-pura terlalu lama

Panggung sandiwaranya telah tutup buku sejak lama

Bireuen, 11 Januari 2019



NELANGSA

Karya : MURAZ RIKSI & Sri Ratna Zuraida


(Dibacakan oleh Cowok)

Mencari sepasang udara

Yang pada duduknya dapat ku ajak bercengkrama

Menukik setiap terjalnya perjalanan

Melawan batas dari sebatas menatap harapan

Carrier yang berisi segala luka

Kubawa dalam peluh setapak pendakian

Melirik alang-alang menuju pusara pintu rimba

Adakah kesendirianku adalah bayang-bayang nestapa

Bagaimana jika rasanya ditinggalkan sedang kita tengah begitu hebat mencintainya

Bagaimana jika air mata tak lagi bersuara sedang hati telah sesak oleh segala tanya

Mengapa?

Tegakah?

Haruskah?

Bukankah dulu saya dan kamu begitu teguh pada kata "Kita"?

Bukankah dulu segala upaya kita lewati bersama?

Tiada tangis dimasa itu

Tiada sedih yang lengkap atau hinggap di berandaku

Hari ini,

Teganya hatimu telah merasuk lalu merusak pada segala yang saya dan kamu cita

Mengapa?

Tegakah?

Haruskah?

Segala tanya menjadi keringat dari setiap tetes nelangsa

Melengkapi lelahku dalam tatapan buta

Pada kesendirian,

Semesta bertemankan alam, tempatku ruah tumpahkan segala kesedihan

Sehingga tak satu rumput pun kan tahu

Pada perjalanan yang telah kumulai

Mendaki sepi hingga senja tertutup oleh celah-celah daun tua

Diantara jendela malam, ditengah perjalanan pendakian

Aku ingin berteriak melepaskan sakitnya rasa

Namun takkan ada guna, kau pun takkan tahu seberapa berat hari-hari harus kulewati tanpamu


(Dibacakan oleh Cewek)

Ketika aku diletakkan pada pilihan yang sulit

Ketika aku diposisikan untuk memilih

Diantara dua mata orang tuaku

Dititpkan permohonan atas janjinya dulu

Ketika aku dilibatkan dalam cerita yang mereka tuliskan

Ketika aku dijadikan isi dari sebuah perjanjian

Dalihnya mempererat tali persaudaraan

Mengukuhkan hubungan yang berjauhan

Aku tidak bisa memilih,

Antara kamu orang yang ku sayang dengan dua orang yang karenanya telah hadirku kedunia ini

Aku begitu sedih, aku begitu rapuh, begitu hancur

Dalam kesedihan yang tak dapat kubicarakan

Mungkin di matamu, akulah yang menghancurkan segala cita kita

Akulah yang telah merusak harapan yang kau jaga

Mungkin di matamu, aku yang terburuk, yang datang merusak impian indahmu

Aku tak bisa, takkan bisa, takkan pernah bisa

Saat hadirmu membawaku pada kebahagian

Saat hadirmu mendekatkanku pada Maha Yang Menciptakan

Saat hadirmu, kau ajak aku dalam kekusyukan

Ketika menghadapNya kau ajarkan aku mensyukuri segala kehidupan

Aku tak bisa, takkan bisa, takkan pernah bisa

Melupakan senyummu saat kau ajak aku melangkahkan kaki di pelataran rumahNya

Saat lisanmu melafazh azan

dan aku yang terkesima dengan kerendahan hatimu

Kau mengajarkanku tentang mencintai hidup

Ketika tanganmu menghapus pilu kesedihan

Yang jatuh pada wajah-wajah lusuh di jalanan

Apa aku bisa?

Jangan hakimi aku, seakan telah memberikan kejahatan dalam hidupmu

Aku hanya sedang memenuhi jalanku

Jalan menuju surga pada ibu dan ayahku

Meski kita tidak ditakdirkan untuk bersama

Aku hanya ingin kau tetap di jalanNya

Mencari ridha dalam hidup ini

Aku tahu, kamu adalah lelaki tangguh

dan hatimu takkan goyah dengan kepergianku...


(Dibacakan oleh Cowok)

Aku kembali mendaki, membangun tenda dan terlelap oleh dinginnya perasaan kecewa

Berharap pada pagi dapat menawarkan seteguk tawa

Dari nafas lelah di atas puncak nelangsa

Menitipkan kesedihan yang terbawa pasang surut awan dibawah langit jingga

Pada pagi buta

Di tempat yang tak pernah ada sesal

Di tempat saya melihat dunia

Di atas gunung dengan kaki yang terbata-bata

Akan kulepas kecewa dan teguhku menghidupkan semilir rasa pada sepasang udara

Yang telah sudi mendengarkan duka

Hingga cengkramanya membuatku lupa

bahwa saya telah kau beri luka

Karena sambutan alam, saya tahu dunia tidak tentangmu saja...

Bireuen, 26 Januari 2019



JIKA DULUNYA KAMU

MURAZ RIKSI


Jika dulunya kamu sebagai inspirasi untuk puisi-puisiku

Jika dulunya kamu adalah rasa manis pada kopi pahitku

Jika dulunya kamu adalah angan-angan dalam imajiku


Sekarang ini kamu adalah nafas untuk setiap puisi-puisiku

Sekarang ini kamu adalah teman ngopiku

Sekarang ini kamu adalah hal nyata dihidupku


Betapa tidaknya kesempurnaan rasa melekat disetiap rinai waktu

Setiap detik senyum dan tawamu melengkapi ruang hatiku

Karena cinta adalah perasaan yang telah ada semenjak aku pertama kalinya melihat senyummu...

Bireuen, 27 Agustus 2018



KEMBALI

MURAZ RIKSI

Kadang mimpi itu seperti cerita yang ingin ku baca

Kadangkala pahit seperti kopi hitam tanpa gula

Adakah jemu untukku bernostalgia?

Mengenang kisah yang dirajut bahagia

Meskipun ada masa-masa jatuhnya air mata


Semua kenangan itu kembali

Saat bola matamu menatapku

Saat suaramu terdengar olehku

Izinkan kisah yang lalu mengisi harimu


Berikan aku jalan untuk menjemputmu

Mengajakmu menuliskan cerita pada setiap lembaran baru

Mengabadikan setiap detik-detiknya waktu

Dalam senyum, tawa juga bahagiamu


Aku ingin kita kembali

Kembali pada impian yang pernah kita mimpikan berdua

Aku ingin kita kembali

Kembali menjalani hari-hari indah bersama


Berikan aku jalan untuk menjemputmu

Mengajakmu menuliskan cerita pada setiap lembaran baru

Mengabadikan setiap detik-detiknya waktu

Dalam senyum, tawa juga bahagiamu...

Pos Nongkrong (Bireuen), 12 November 2017


***
Demikian puisi karya Muraz Riksi yang dikirim oleh penulis untuk dimuat dalam web ini. 

(Catatan Penutup)

Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...

Seniman Bisu
Penulis Amatiran Dari Pinggiran
Secarik Ocehan Basi Tak Lebih Dari Basa-Basi

Post a Comment