Puisi Untuk Sarjana Muda "Apa Yang Telah Engkau Pahat?" Puisi Kritik Sosial Karya Muraz Riksi

Table of Contents

"AKU TUJUH TAHUN"

 Karya Muraz Riksi


Aku, aku yang disebut-sebut mahasiswa abadi

Mereka mengataiku sesepuh sejati

Yang dijuluki legend, wali kampus, katanya?

Bukan tak mau diatur, bukan tak mau bilang iya

Pada setiap perkataan mereka


Ilmu bukan olehmu, pengetahuan bukan hanya karenamu

Teori, buku, jelas bukan gayaku

Aku belajar dimana saja

Bukan sekedar persoalan waktu

Tapi ini tentang mengumpulkan buih-buih ilmu


Kalian, kalian yang berjalan bersama

Ditengah rimbunnya caci maki

Yang menyuarakan aspirasi negeri

Berbicara seakan tokoh-tokoh petinggi

Panjang lebar seakan merestorasi


Kalian, kalian yang menertawakan kami

Kumpulan-kumpulan berwajah tua

Yang sehidupnya tak punya mimpi

Hanya berjalan mengikuti langkah kaki

Hati, inspirasi, motivasi adalah kekayaan hidup kami


Aku, aku bukan sedang mengaku diri

Tujuh tahun larut dalam dunia literasi

Membaca buku bukan mencari sensasi

Kalian tak mengerti, mengatasnamakan diri sang aktivis sejati

Pandai berkoar-koar kesana kemari, menghujat para pemimpin negeri


Kalian, ya kalian

Yang duduk di sana

Berbicara tentang bobroknya birokrasi

Berbicara buruknya edukasi

Tapi tugas akhir bukan karya sendiri...

Bass Camp Coffee (Bireuen), 24 April 2017



"SARJANA PEMIMPI"

 Karya Muraz Riksi


Kampus swasta maupun negeri

Tetap saja ijazah tak punya fungsi

Apakah kertas itu tak berarti?

Jawab mereka, kau tak punya relasi


Kuliahmu pertanian, hobi berpuisi

Dapat kerjaan tak sesuai dengan edukasi

Masih berharap dapat memakai dasi?

Kalau kau sendiri tak tau kemampuan diri?


Ku melangkah pergi dan terus bermimpi

Jawabku, mungkin belum rezeki

Bermodalkan imajinasi dan tetap menanti

Tanya mereka, kapan ada rezeki bila tak kau cari?


Jawabku dalam hati

Teruslah bermimpi!

Setidaknya tak menyalahkan para birokrasi

Teruslah berpuisi!

Setidaknya tak jadi pencuri


Teruslah asah diri!

Dengan begitu takkan jadi penjual janji

Untuk mereka rakyat kecil negeri ini...

Bireuen, 10 April 2017



"PERASAAN TERDALAM"

 Karya Muraz Riksi


Ini bukan sekedar Sarjana,

Tapi jalan hidup yang sudah terpilih

Bukan pula ingin menjadi tenaga bakti dalam negeri

Biarkan ilmu yang tergali menjadi mimpi


Tak harap menjadi Pegawai Negeri

Hanya merintis menjadi mandiri

Meskipun hanya cukup untuk sehari-hari


Tuntutan yang membelenggu pikiran

Merajut dan mengiris sisi badan

Jiwa yang terkadang lemah tanpa tujuan

Harapan yang menggerakkan asa kehidupan


Doamu yang membuatku tegar

Nasehatmu yang membuatku kekar

Bukan cacian dan hinaan yang engkau tampar

Membentuk tekanan hingga terkapar...

Bireuen,  08 Agustus 2015



"APA YANG TELAH ENGKAU PAHAT?"

 Karya Muraz Riksi


Kau bilang dirimu sudah sarjana

Hal hebat apa yang harus aku akui darimu

Kau bilang dirimu seseorang yang berilmu

Lantas mengapa sikapmu seperti tak mengenal malu


          Apa yang kau miliki

          Yang bisa aku banggakan

          Apa yang kau kuasai

          Yang bisa aku andalkan


Kau tak lebih dari seorang penggerutu

Yang berkoar-koar mencari kesalahan pemimpinmu

Karena ketidakberuntungan nasibmu

Sadarlah kau hanya pemimpi


          Bangunlah dari mimpi burukmu

          Bukalah mata hatimu

          Hal apa yang telah kau perbuat untuk hidupmu

          Hal apa yang telah kau persiap untuk masa depanmu


Berapa banyak waktu yang kau buang sia-sia

Berapa banyak uang yang kau hamburkan begitu saja

Bila kau tanyakan kepadaku

Aku adalah bagian dari hidupmu


          Kau ingin aku kembali

          Sekejab waktu aku akan ada dihadapmu

          Kau dengan mudah dapat menyadarkanku

          Karena diriku adalah bagian dari hidupmu


Apa yang telah engkau pahat?

Itulah yang pernah aku perbuat...

Bireuen, 02 Juni 2016


***
Demikian puisi karya Muraz Riksi yang dikirim oleh penulis untuk dimuat dalam web ini. 

(Catatan Penutup)

Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...

Sampah Kata Seniman Bisu
Penulis Amatiran Dari Pinggiran
Secarik Ocehan Basi Tak Lebih Dari Basa-Basi

Post a Comment