7 Puisi Cinta Tentang Luka Purnama dan Desember Kumpulan Puisi Muraz Riksi Seniman Bisu
Secangkir
Kopi Rindu
Pada
secangkir espresso susu
Larut waktu
hingga senja telah bertamu
Di depannya
jalan melintang, tempat orang-orang sedang berlalu lalang
Ada sebagian
yang duduk bercengkrama
Ada pula
sebagian sibuk dengan layar ponselnya
Entah sedang
menatap pilu atau mendengarkan lagu
Sedang aku
tidak lepas oleh rindu
Dengan
secangkir kopi kularutkan rindu
Berjam-jam
kuhabiskan waktu
Untuk apa?
Untuk
kekasih yang hendak ku ajak jumpa
Lalu
kuucapkan sepatah kata, padamu hatiku telah tertanam rindu
Secangkir
kopi rindu
Memang teman
terbaik menemaniku
Melepaskan
semua penat yang sedang bertamu
Hilang
menguap seperti udara
Masih saja
jari tangan tak lepas pada layar ponsel
Entah sedang
mengetik status rindu
Lalu
mempostingkannya tanpa ragu-ragu
Berharap
komentar masuk dan ada yang merayu
Biarkan mata
lepas dari belenggu
Dan ia pun
akan segera tahu
Bahwa aku
sedang rindu...
Coffee
Indaco, 04 September 2019
Jejak Semu
MURAZ RIKSI
Mata yang
masih berat untuk terbuka
Hati yang
masih lelah untuk terjaga
Sekelumit
masalah anak manusia
Ada yang
menghujam diri di media
Katanya,
kisahku lebih pelik dari narasimu
Dia pergi
tanpa kabar
Aku
ditinggalkan tanpa alasan
Waktu
terhenti, larut dengan sepi
Sedang hidup
adalah perjalanan
Hari ini
ditinggalkan
Besok
menyiapkan diri untuk bertahan
Menangis
tanpa karuan
Jejak semu
Percayalah
dengan langkahmu
Akan ada
seseorang yang Tuhan jaga untukmu
Kelak, bila
waktunya akan dipertemukan
Lebih indah
dari karangan atau hayalan
Sebelum
waktunya tiba
Persiapkan
dirimu menyambutnya
Lupakan
sakit dan resapi bahwa hidup takkan seorang diri
Pelan-pelan
saja
Tak perlu
terburu-buru
Karena yang
berlalu adalah jejak semu
Dan masa
depan adalah jalan baru
Tak perlu
khawatirkan keadaan
Tepis saja
ia dengan perjuangan
Lepas semua
lelahmu
Karena
disetiap jejak langkah
Selalu ada
ruang untuk berpisah...
Secangkir
Kopi, 28 November 2019
Purnama dan
Desember
MURAZ RIKSI
Purnama
Cahayanya
mulai terpancar di atap rumah kayu
Bulan
Desember menandakan tahun akan segera berganti
Hanya hitung
hari dan segalanya menjadi lembaran baru
Sebagian
kita masih menganggap tahun yang sama dan purnama akan tetap ada seperti
biasanya
Sebagian
lagi menunjukkan kemewahan untuk menutup kekurangan diri
Lalu
denganku, purnama dan desember akan menjadi kisah yang berbeda
Sederhana
langkahku dengan mimpi yang sama
Membahagiakan
ia yang hidup denganku
Karena
pergantian purnama takkan pernah menggantikan rasaku
Sampai tua,
sampai beruban, sampai nafas berakhir dari hidupku...
Purnama
Bulan Desember, 12 Desember 2019
Aku Pernah
Mencinta
Muraz Riksi
Tertawalah
selepas kau melepaskan kita
Ketika
ragaku menangis karena kecewa
Perihal
ketika manusia disaktiki hatinya, dihancurkan harapannya
Maka kau
akan melihat bahwa segala perjuangan itu menjadi sia-sia
Semua kata
cinta, semua tulisan tentang rasa, semua peduli dan perhatian yang ada
Hanya akan
menjadi kenangan sakit belaka
Aku tahu kau
tidak bermaksud menyakiti
Kau hanya
melangkah ketika rasamu untukku telah lepas bebas, tidak lagi tersisa
Sedang aku
yang terlalu mencinta
Terlalu
membanggakanmu di atas segala rasa
Tersakiti
karena berakhir denganmu
Tidaklah
menjadi pilihanku
Hanya saja
hatiku rentan terluka
Oleh semua
impian indah yang telah kurekatkan pada catatan kecil akan tujuanku disaat
memilihmu kala itu
Siapa yang
akan mengerti
Saat sakitku
mengalahkan harapanku
Kau masih
ingat saat awal pertama kita bertemu
Saat awal
cintaku merajut hatimu
Ketika kau
terluka oleh masa lalu
Aku masih
ingat saat ucapanmu bahwa aku adalah penawar dari hatimu
Saat aku
menjadi satu-satunya yang kau rindu
Saat aku
satu-satunya yang kau tunggu ketika malam-malam kita habiskan dengan tawa-tawa
yang candu
Tidak ada
isak tangis darimu
Sebisanya
garis tipis melengkung di wajahmu
Karena
jalanku mencintaimu adalah menciptakan senyummu disetiap waktu
Namun hari
ini kau berikan isak tangis untukku
Yang takkan
reda sampai jiwaku lupa
Bahwa aku
pernah mencinta
Sosok yang
kugambarkan tentang bahagia
Adalah kamu
yang detik ini pergi meninggalkan luka...
Kabupaten
Bireuen, 06 Mei 2020
Rindu Yang
Terabaikan
Muraz Riksi
Semestinya
hati yang terluka
Adalah rasa
sakit
Adalah
kecewa
Tidak saja
derai air mata
Namun perih
yang mengisi relung dada
Bagaimana
tidak semua hal itu akan terjadi?
Ketika aku
telah mencintai
Lalu rindu
tak dapat kukendali
Barangkali
kau yang tak menyadari
Setelah
membuatku jatuh hati
Kau siksa
aku dengan rindu ini
Kau tepis
perasaanku dengan dalih yang tak dapat ku pahami
Setidaknya
ajari aku membunuh rindu ini
Agar kau pun
bebas melangkah pergi...
Bireuen, 13
Mei 2020
Tentang Luka
Karya Muraz
Riksi
Segala
perjuangan, ketulusan dan doa
Adalah
kenangan belaka
Seperti
sia-sianya air mata yang tumpah
Mengalir
deras di wajah
Apa arti
dari semua perlakuan
Sangat kata
"sungguh-sungguh" diterjemahkan tanpa makna
Apa arti
dari ketulusan
Saat candaan
melukai perasaan
Ada yang
berkata
Apakah salah
kita bercanda?
Bukankah
candaan berarti bahagia
Tidak
sesederhana itu memaknai candaan
Barangkali
benar candaan adalah tawa
Namun
candaan juga ada tempatnya
Candaan pun
jangan sampai berlebihan
Mengapa?
Karena
lukanya perasaan tanpa air mata
Adalah
kekecewaan yang teramat perih mengiris hati
Seperti
halnya tentang luka
Yang tidak
selamanya berbentuk fisik
Yang dapat
dilihat darah mengalir
Luka yang
demikian dapat sembuh oleh waktu
Namun
lukanya perasaan sulit untuk disembuhkan
Lalu tak
adakah cara menyembuhkannya?
Ada, hanya
ada satu cara
Permintaan
maaf
Saat ucapan
maaf itu jatuh kedalam hati
Disambut
oleh garis tipis yang melengkung diantara pipi
Maka
disitulah luka terobati
Tentang luka
Tentang
perasaan
Dan tentang
memaafkan...
Bireuen, 01
Juni 2020
"Hujan
Rindu Di Malam Selasa"
Karya Muraz
Riksi
Sepi..
Sendiri..
Rintik-rintik
rindu jatuh menimpa tanah..
Seakan
langit sedang berkomunikasi dengan bumi..
Mereka yang
terpisahkan jarak..
Namun teguh
untuk saling melengkapi
Bagaimana
dengan kita?
Yang setiap
harinya bertemu namun tak saling menyapa..
Malam
gelap..
Hujannya
tidak terlalu lebat..
Kita yang
masih dekat..
Tapi kau tak
berkabar perihal apa yang sedang kau perbuat..
Hanya aku..
Iya.. hanya
aku saja..
Hujan rindu
di malam selasa..
Membasahi
jendela mata..
Hatiku yang
menampungnya..
Terkadang
juga meluap membasahi sajadah tempatku bermunajat kepada Sang Pemilik Cinta..
Doa-doaku
bak semilir angin yang terbang mengudara..
Seakan tak
pernah hinggap di kamarmu, tempat kau bercanda tawa dengan dia..
Bukan aku..
Barangkali
tentangmu hanya mimpi..
Atau egoku
ingin memiliki..
Tetaplah
teduh hati yang terluka..
Kelak kau
pun akan melangkah pergi, menemui seseorang yang kau yakini adalah perasaanmu..
Bukan dia
yang hari ini kau sebut-sebut namanya disetiap doamu..
Selasa, 15
Juni 2020
***
Demikian puisi karya Muraz Riksi yang dikirim oleh penulis untuk dimuat dalam web ini.
(Catatan Penutup)
Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...
Sampah Kata Seniman Bisu
Penulis Amatiran Dari Pinggiran
Secarik Ocehan Basi Tak Lebih Dari Basa-Basi
Post a Comment