61+ Puisi Kehidupan Sehari-Hari "INSECURE" Puisi Sil Sila Yusuf Puisi Singkat Penuh Makna Puisi Kritik Sosial

Table of Contents


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salam kopi pahit...
Puisi merupakan ungkapan perasaan yang menggambarkan tentang cinta, kehidupan, bahagia, sedih, rindu dan alam. Oleh karenanya pada postingan ini, admin ingin membagikan Puisi Kehidupan Sehari-Hari karya Sil Sila Yusuf

Dalam hal ini admin menekankan bahwa sumber tulisan dan hak cipta sepenuhnya milik penulis. Selamat membaca!.

Profil singkat penulis :
Facebook Sil Sila Yusuf

Puisi Sampah Kata
Sumber Gambar : Pixabay.com


"BERMIMPI DALAM HUJAN"

 Karya Sil Sila Yusuf


seperti ada yang datang dalam tidurku

membawa payung

tapi hujan dibiarkannya mengguyur

payungnya tengkurap

tepat di bawah kakinya

menari-nari

air menyiramnya sampai tumbuh uban di kepalanya bagai rumput di halaman

hujan yang selalu dirindukan

tak mungkin diabaikan

mawar dan angrek tumbuh di punggungnya seperti renda pengantin wanita

senja dan mega berguguran

sebab matanya melahirkan fajar dengan sempurna

setelah hujan reda

kurasakan dia masih ada dan menari di luar jendela

menikmati air yang mengalir di tubuhnya seperti air mata

ilalang tumbuh di ketiaknya

semut merah menjalar membentuk barisan rel kereta

angin semilir membuat tariannya terhenti

air di keningnya membeku

bianglala tersipu

tumbuhan bergoyang-goyang di tubuhnya

menahan angin agar tak meruntuhkan bunga dan air mata

Sumenep, 29112020



"BERNAUNG HUJAN"

 Karya Sil Sila Yusuf


hujan di kali

tak menyisakan harapan sama sekali

tidak pula keniscayaan

air mengapung begitu saja

berebut tumbuh

dalam doa-doa

berdahan perlahan tanpa akar

yang manja pada batang adalah cinta yang sama

memutik di pagi berbeda

hujan di kali

hanyut dalam mimpi

bertutur lama sekali

tidak sedikit waktu

untuk menampung air

dan doa-doa seumpama kincir

hujan dalam doa

doa dalam hujan

adalah cinta yang semerbak bunga setaman

Sumenep, 3122020



"RINDU"

 Karya Sil Sila Yusuf


di bawah kabut yang menghampar, angin berperang dengan hujan

geluduk bersahutan

pecut Malaikat berkilat seperti aku memotretmu dari bawah pohon asam

kau tahu, saat hujan turun, rindu mengguyurku seakan  mengajarkan,

bagaimana cara bertahan

sementara cinta dalam hatiku kian mengembang

air terus berjatuhan, memelukku seakan takut kehilangan

perlahan awan berarak

bergulung-gulung saling mencipta jarak

ruang paling gelap

katanya, bertahan untuk tidak bertemu adalah ujian terberat

Sumenep, 3-4012021



"JANUR MELENGKUNG DI BAWAH AWAN"

 Karya Sil Sila Yusuf


janur di bawah awan melengkung

pucuknya mata angin yang hijau dan menguning perlahan seperti perempuan

matahari terselip di antara lipatan manggar dan nyiur yang renyah batoknya menjadi kehidupan

tupai melompat dari janur satu kepada lainnya seakan mencari

makna dalam pelarian dan pencarian

terkadang mengikis nyiur sebagai literatur

janur kepada tupai selalu waspada

sebab sekali melompat, nyiur gugur tanpa akad

janur kepada awan tetap berkawan

satu-satunya yang memberikan pencerahan dan matahari tanpa bantahan

Sumenep, 31122020



"MENAMAN PELANGI"

 Karya Sil Sila Yusuf


mendung di atap rumahmu

menggumpal beberapa beban kehidupan

sebagian berasal dari tanah

sebagian datang dari dalam rumah yang penuh tikus dan kecoa

sebagian lagi dibawa angin nan lembut desirnya membangunkan bulu roma

mendung mencair di atap rumahmu

ketika mengingat pelangi adalah buah sesal yang indah

atau pada saat pekat telah sempurna

dan menjalankan kisah sebagai pilihan yang niscaya

pelangi memanjang di belakang rumahmu hingga lautan nun jauh di sana

sementara mendung yang mencair jadi air menyisakan basah dan gigil pada tanah

tanpa pertentangan

tanpa penolakan

pasrahmu sebab indah warna pelangi,

menumbuhkan pulau-pulau yang kering

memberinya tuan dan kehidupan

selalu ada matahari yang terbit kemudian hari

Sumenep, 1012021



"ADA KATA DI KOTAMU"

 Karya Sil Sila Yusuf


semalam aku menimba puisi di kotamu

angin menyebrangi lautan

dan bunga mawar menjadi tikar yang menghampar

kotamu sangat indah

kata-kata seperti lampion di jalanan

menyapaku dengan harum bunga yang merah warnanya bagai nyala

cinta di alun-alun kota

tak kulewatkan setiap panorama yang menyajikan musim hujan dan

kemarau bersamaan

ada yang tak berdahan tapi berbunga seindah sakura

dan cintaku tumbuh di kelopaknya

satu halaman bersama kata yang dierami pujangga dari Lebanon,

Gibran namanya

aku mengemas puisi di kotamu sebagaimana seserahan pengantin pria

kepada wanitanya yang berkebaya putih di pelaminan

ada sanggul yang belum kupasang di kepalamu

sedang melati telah merajut kawan-kawannya dengan anggun serta wewangian surga

bianglala menyaksikan dengan bangga

puisi berakhir dengan sumringah wajahnya

melihatmu berkalung bunga

dan kata menemukan kotanya

Sumenep, 16122020



"HUJAN, AKU RINDU"

 Karya Sil Sila Yusuf


hujan telah turun

dan basah daun-daun

pada atap rumah berhentak-hentak

membangunkan gairah yang punah saat musim panas

hujan menyelinap di radiasi seperti rambatan udara memasuki pintu hati

basah sebab sampai kini merindumu tak pernah mati

hujan di tanah

menyusup akar-akar

batang menyesap seperti rindu amat sangat

hujan di kebun

disambut seperti ibu mendapat hujan emas

dikantongi lekas-lekas

berebut basah sampai susuk ke dasar tanah

cintaku yang memerah

hujan di tubuhku

seperti dekapan rindu yang lelah menunggu

setiap bulirnya berjatuhan kata

aku sangat rindu

aku ingin hanya rindu

aku mau kau menunggu

sebab aku selalu menyimpan basahmu, basahku

di bawah awan kelabu

Sumenep, 19102020



"PEREMPUAN PASIR"

 Karya Sil Sila Yusuf


Tangismu, yang turun pertama di bulan Juli

adalah ombak yang diam-diam meruntuhkan pantai

Bajaklah, perempuan

Jeritmu, yang menumpahkan hujan di musim kemarau

adalah lahar yang damai setelah letusan

Muntahkanlah, perempuan

Sebab pucuk beringin yang jatuh mengenai hatimu

bukan untuk menutup segala pintu sorgamu

melainkan pecut agar kau membelut dengan segala akar yang diwariskan

Perempuan,

Kerikil di kaki kau himpun dengan semen, jadi kekuatan bagi bangunan

Kerikil di hatimu kau aduk bersama aspal, jadi titian, tempat setiap orang lalu lalang

Lalu apa yang kau takutkan?

Senja menunggumu dengan sangat rindu seperti halnya ibu

Malam mendoakanmu dengan begitu syahdu

Seakan mereka sepakat, bahwa kiamat hanya akan tiba bila engkau

menyimpan segala luka

dan bara di dadamu kau biarkan melapuk begitu saja hingga arang:

kenanganmu yang terbuang

Sumenep, 11092020



"HARI MINGGU KUPULANGKAN RINDU"

 Karya Sil Sila Yusuf


Hari minggu kudapati banyak rindu mengapung di pantai

menyatu dengan lautan

menjadi gelombang, buih dan badai

Hari minggu kutemukan banyak kondom di kelamin cinta

letaknya serupa bebek di atas bara

sepertinya ada bekas robekan yang membuatnya terbuang dan tak dapat perhatian

Hari minggu pantai lebih sering tertawa

melihat romansa berpasang pasang mata berserakan saling bergayut dan bermanja

Angin menjadi irama

debur ombak terdengar seperti nyanyian surga

karena cinta begitu lekat di telinganya

Hari minggu banyak lagu baru bersekutu dengan rindu

laut berlabuh dengan sempurna

nahkoda merapat pada dermaga

dan pantai, dicumbu beberapa rayu agar minggu lebih berkesan bagi penunggu

Hari minggu

aku kembali dari kuli membawa rindu yang sempat pergi

Sumenep, 7092020

 

"HAMBA DAN BUKAN PENGUASA"

 Karya Sil Sila Yusuf

 

Begitu banyak cerita yang tak jelas alurnya

merasa sudah benar dengan menjadi sutradara dan aktor yang

sejatinya tak kan berkelanjutan

seperti dalam tulisan dia seakan menjadi Tuhan

berkuasa membelok haluan

atau menentukan akhir kehidupan dengan mapan sebagaimana egonya menceritakan

Tapi nyatanya bukan siapa siapa dan tak berarti apa apa

Matahari yang menjadi liontin  cincin adalah kita yang amat miskin

Rembulan yang menutupi kepala adalah penampakan buruk rupa

Tak perlu menjadi siapa siapa

sebab memang tidak benar benar ada

tingkah ini sementara

jika silau

cukup tutup mata

maka dunia seketika menjadi pertempuran akal dan realita

Sumenep, 7092020



"NEGERI DALAM LUKISAN"

 Karya Sil Sila Yusuf


siapakah gerangan yang datang dengan langkah tertelan udara dan

wajahnya merah delima

rambut tergerai memecah sadar

aromanya lavender setaman

ahai, dia menoleh

kedip matanya seperti purnama

alisnya lukisan Titian

Dewi Venus menari nari di keningnya

bulu roma berdiri tiba tiba

langkahnya terhenti

menggauliku dalam mimpi

hati meronta ronta

menyeretku dari realita

"acuhkan atau buang saja"

begitu bisiknya

dilema

bukankah telah purna

kesepakatan antar penguasa

wanita iming iming paling menggoda

dengan birahi di dadanya dan tahta dikemaluannya

siapa hendak mengadili

jika keadilan negeri ini telah kompromi

kau jual

aku beli

kau bayar

aku tikam mati

begitu kepanjangan cerita lukisan seorang janda

Sumenep, 5092020



 "BAYANG-BAYANG"

 Karya Sil Sila Yusuf


matahari menjadi linggis setelah kau kerut alis

bulan menyeringai

aku kau gerakkan dengan lipat tangan

matahari menjadi gerhana

ku kau tinggal bergelimpangan selepas hantaman

dengan kesunyian

kurapal doa doa dan aroma dupa terbayang hingga sujudku berakhir luka

kupu kupu berdatangan memanen kamboja

matahari menjadi baja

kokoh dalam dada

dan engkau hangus terbakar dupa

kuhirup

kuteguk

napasmu seperti pesawat

terbang bersama angan

sedang aku tak lagi berharap

matahari akan berkarat

Sumenep, 27 Agustus 2020



 "MOBIL-MOBILAN"

 Karya Sil Sila Yusuf


anakku merajuk pada bapak

memohon mobil di atas kertas

si bapak melukis dengan sempurna

senyum membias di sana

mobil di kertas melaju pelan sekali

mengajari anakku sampai mengerti

sesekali klakson berbunyi

takut akan ada tabrak lari

anakku gembira

bersorak sambil kedua tangannya terangkat digoyang goyang

mobil di kertas masih dengan hati hati mengajari anakku mengemudi

bapak tersungging

menatapnya hati menyingsing

mobil di kertas berhenti

penanya menabrak tepi

anakku tercengang lalu berlari

mencari kertas untuk menyambung mimpi

Sumenep, 28082020



"ARJUMAN"

 Karya Sil Sila Yusuf


Di kuba Taj Mahal kedip matamu memabukkan rembulan

mematahkan banyak asa sebab Sah Jahan susuk di hatimu menjadi keajaiaban

engkau permaisuri dengan sari sutra berhias intan dan permata

pemilik cinta yang kokohnya himalaya

tak merugi Isa memahatmu di india dengan abadi tetesan gangga

Arjuman,

cintamu adalah waktu

dan Sah Jahan sekutu

Sumenep, 3092020



"MALAM DALAM DIRIKU BERPAYUNG DOA"

 Karya Sil Sila Yusuf


Malam dalam diriku berlarian menemui Tuhannya

meminta gerimis untuk menyiram sunyi yang tiada henti

menggerogotinya tanpa matahari

malam dalam diriku bertasbih menyambut malaikat Rahman melebarkan sayapnya

menyambung hajat dari tanah yang belukar dan kerontang

malam dalam diriku beristighfar

dosa dosa meluntur pada debu

menyusun strategi bila Tuhan tak menerimanya kali ini

malam dalam diriku menghaturkan banyak cinta

yang dibawanya dari ruang hampa dan realita yang melata

malam dalam diriku menyerahkan nyawa yang sujudnya semakin dahaga

dan hatinya menjadi buta

aku menggigil di jantung sepi

merasakan malam mulai menepi

mencari matahari yang pudar dalam hati

hangatnya ingin menetap lebih lama lagi

malam dalam diriku menjadi sesak di dada

mengutuk sebab surga harapan paling nyata

dan menolak segala macam siksa

malam dalam diriku menjadi doa

merajut bahasa dengan sangat cinta

dan aku melepasnya dengan rela

malamku berkasih mesra dengan Tuhannya

Sumenep, 31082020



"KEBUN TETANGGA"

 Karya Sil Sila Yusuf


Ada banyak cinta dia tanam di sawah lunta

salah satunya berjubah tanpa sandal dan hatinya tertinggal di pangkal gardu sawah itu

dia berkeliling mencari cinta yang putih kerudungnya

pada bajunya dia temukan tembelan tanpa nama

kemudian dilema menyerang dan menjadikannya tak bersuara

tujuh langkah setelahnya

cinta tumbuh dengan lebat dedaunan

tapi ulat mengerubung dikelopak

tersembunyi namun mengikis hijau sampai hitam bajunya penuh bercak

kesamping dia melangkah

cinta tumbuh memakai sarung dan mukenah bagian atasnya

senyum tersungging

cinta memucat kemudian

hama menyamun

kerdil batang kurang gizi

lalu kaki mengajaknya melihat perkebunan tetangga

tanaman tumbuh dengan sempurna

cinta penuh bunga bunga

dan kumbang mengerubung mencumbuinya

dalam hati rasa tak rela

tapi sadar, dia hanya tetangga

Sumenep, 29082020



"ANAK YANG TENGKURAP DI DADA AYAHNYA"

 Karya Sil Sila Yusuf

 

Anak yang tengkurap di dada ayahnya

membawa bianglala dalam tidurnya

kembang api meluncur meramaikan mimpinya

setiap malam ia zikirkan panjang jalan

sampai hafal, berapa tikungan hingga pasar malam

Anak yang tengkurap di dada ayahnya

melipat lelah selepas main petak umpet dengan kawannya

berkali-kali disembunyikannya diri dari bara api

membuat tenda dengan lebar dada ayahnya yang gagal menguasai diri

air dan api mengapung

Anak di dada ayahnya menjadi kaca

pecah tepinya, susuk di dada ayahnya

Sumenep, 21112020



"RAHASIA KALI"

 Karya Sil Sila Yusuf


di kali banyak sekali kerikil

meski berulang dipungut seperti kata

ia tetap ada

datangnya tanpa berita

di kali airnya penuh kotoran

banyak cerita mengalir bersama

seperti kerikil dengan bentuk berbeda-beda

kuasa Tuhan padanya

di kali, perempuan-perempuan mencuci hati

tidak jarang mengais puisi

gelombang hanyut halusinasi

ke hilir ia ikut menepi

di kali ada rotan

jatuh dari tubuh nan rapuh

mengapung

berarak

tidak ada jarak antara kata yang diperah pujangga dengan air mata

yang deras di kali pencuci muka

Sumenep, 1112020



"DI HUTAN JATI"

 Karya Sil Sila Yusuf


kuburan tua di tengah hutan yang penduduk utamanya pohon jati tak bertuan

menanam cerita, bahwa nenek moyang bersemayam di sana ratusan

tahun silam

batu nisan tanpa nama dan pusara

tersisa satu, dua, sampai tiga

terpisah-pisah tapi bertetangga

dan di antaranya tengkorak-tengkorak barjajar seperti barisan

lahan pekuburan biasa

lagi-lagi tanpa pusara dan tenggelam batu nisannya ke dalam masa

yang entah di kalender berapa

rokatan tahunan dilaksanakan sebagai pengakuan dan pembenaran

ada yang tertanam dan hidup di sana

di tengah rimbun jati yang gugur tidak pada tempatnya

ada yang bercahaya di sana

di bawah nisan yang utuh dengan pusaranya

adalah yang pertama membabat desa tercinta

Lamperreng namanya

Syekh Muadzin tokohnya

baru dibangun Desember 2020 tahunnya

Jârrât punya cerita

Sumenep, 2012021



"SEPENGGAL KISAH SOPIR"

 Karya Sil Sila Yusuf


di sepanjang jalan aku melalui beberapa kegelapan dan ketakutan

kegelapan yang entah dari mana berasal

padahal jalan yang sama kulalui setiap hari bersama para penumpang

tapi kali ini tak wajar

jalan kota siang hari seperti pegunungan sebelum kemunculan mentari

ada kematian di setiap tikungan

yang membuatku kehilangan penumpang selamanya

ada kematian dalam diriku

yang membuatku terhimpit antara dunia dan liang kubur

di belakang, ada yang memanggil dan membentur kemudian

di depan, aku ditunggu meja hijau

seperti seorang pesakitan

aku disidang atas kematianku sendiri yang tak dipertanggung jawabkan

penumpang bergelimpangan di tanah

nyawanya hidup dalam kematianku

menjadi masa lalu

menjadi ajal

: aku dan penumpang mengarungi jalan panjang

Sumenep, 23112020



"LELAKI PENJUAL SUARA"

 Karya Sil Sila Yusuf


"belum ada yang datang, padahal ini fajar kesekian, sebentar lagi akan tenggelam!"

seorang lelaki berkata sambil menggaruk rambut yang memutih sebagian di kepalanya

setahun yang lalu, seorang pembeli suara datang kepadanya dengan

selembar uang warna merah dan selembar foto yang tersenyum kepadanya

"kubeli suaramu seharga sekian, dan kau tak kan kulupa sampai

usai masa jabatan!"

pembeli membual dengan pongah

dibungkusnya suara penjual dengan kotak seperti kotak amal

ditimang-timang penuh kemenangan

"suara-suara, sungguh murah hargamu!"

setahun sudah dia berjaya, lantaran suara yang dibelinya ketika fajar

setahun sudah, penjual suara menunggu perubahan nasib dalam

dirinya, dalam hidupnya, dalam pembangunan kota

tapi sia-sia

dia seperti peta

seseorang mudah berpetualang karenanya

tapi dia sendiri tersesat di tempat yang sama

lelaki penjual suara

harapannya usai di kotak suara

Sumenep, 27112020



"SUARA PEMIMPI KEPADA PEMIMPIN"

 Karya Sil Sila Yusuf


rumahku bukit-bukit belukar, jati-jati mencakar

jalanan lebar, tapi belum diaspal sejak tahun dua ribu enam

lihatlah, Pak

kuli bangunan dan mahasiswa setiap pagi melewati jalan ini

jalan berombak seperti sungai dan ladang tembikar

roda motor yang mereka tumpangi sering tergelincir dan terguling

menembel ban nyaris menjadi kegiatan rutin

ban motor bisa ditembel, Pak

tapi nyawa mereka yang bertarung demi nafkah keluarga, demi masa depan bangsa

siapa menyediakan bengkel?

setiap periode menjanjikan kemudahan lalu lintas

lantas, mengapa lalu lalang belum juga menjadi pantas,

padahal berkali-kali pengukuran jalan dilakukan

kaki mereka maju mundur kau permainkan

jika saja jalan ini menuju rumahmu,

tentu buru-buru kau hampar aspal terbaik, minimal sehitam bola matamu

tapi, Pak

ini jalan hanya kuli dan mahasiswa, petani dan pencari kerja yang

melaluinya dengan rasa yang sama

ingin persembahan terbaik bagi keluarga dan bangsa

bukan menumpuk uang sebanyak-banyaknya

tentu kau lalaikan

lalaimu sebab lupa, dari mana kursimu berasal

bukankah suara mereka yang mengangkatmu ke singgasana?

bukankah suara mereka yang mewujudkan mimpimu jadi nyata?

sekarang apalagi,

jika mimpi telah pasti, tinggal janji untuk ditepati

mudahkan jalan kuli

mudahkan jalan pemimpi “semoga Tuhan mengampuni”

Sumenep, 28112020



"DI MATAMU"

 Karya Sil Sila Yusuf


aku melihat seorang anak berlarian di matamu

menangisi langit tanpa pintu

awan dan kabut bersekutu

merencanakan hujan dan petir setiap penjuru

anak itu mengemasi pakaian

dan buku-buku yang berserakan di atas dipan

di kepalanya ada badai

banjir menghanyutkan segala impian

di teras rumahnya dia menatap ke langit

hujan berguguran seperti kenyataan

luka tidak pernah usai

dan badai menghempas di depan pagar

selangkah dia maju

mencari benar di matamu

tapi petir menyisakan pecahan-pecahan

yang kilatnya lekat di bola mata

anak itu menutup matamu

hujan dan badai kembali bersatu

Sumenep, 23112020



"PEREMPUAN JANUR"

 Karya Sil Sila Yusuf


perempuan,

kemarin sore angin menerpamu ke utara,

engkau melenturkan liukan

pagi ini, angin meniupmu ke timur,

engkau mengikuti bisikannya

seperti pucuk nyiur di ketinggian,

lambainya bukan kesalahan

dalam dirimu kekuatan bertahan agar tak tumbang

perempuan,

tugasmu menanam cinta tak kan pernah usai

batang nyiur tanpamu, tak kan mampu bertahan

menjadi kokoh dengan cintamu

menjadi pasak dengan kasihmu

bertahanlah, perempuan

Sumenep, 26102020



"INSECURE"

 Karya Sil Sila Yusuf


di bawah air terjun kuhanyutkan luka lama

bersama sampah yang kau buang seperti serapah

mengapung hingga muara

dan bila tiba pada samudera

lukaku menjadi batu karang

tempat rumput menghimpun kekuatan

Sumenep, 10112020



"ROKAT PANDABA"

 Karya Sil Sila Yusuf


satu lelaki, dua perempuan berkebaya rapi

lelaki duduk di antara dua putri dengan kepala berpeci tutup panci

di kanan kiri, dua perempuan dengan tongkat dianyam kucur separuh tombak,

pohon pisang di setiap pojok menjadi saksi,

bagaimana lelaki menjadi matahari di petang bulan

dan macopat dibacakan seperti mantra-mantra

bahasa jawa yang keramat, konon katanya

keris di bawah bulan turut serta dalam ritual

berbeda yang istimewa

terjadi penyerahan di sana

di bawah pohon pisang yang masih ranum buahnya dan segar batangnya

meski dipangkas akarnya

mereka seperti seorang panglima

siap tegar dan tumbang kapan saja

bulan di lereng

menyelam diam-diam

nenek tiada, siapa akan percaya

sebuah cerita yang katanya tanpa logika

ibu tiada, hilang pula kebanggaan desa,

perempuan penyambung cinta

yang titahnya bagai seorang raja

ingat, ingat, nenek berkata

macopat lagu wajibnya rokat disa dan pandaba yang pupus di pojokan rumah

Sumenep, 4112020



"CINTA SATU MUSIM SAJA"

 Karya Sil Sila Yusuf


kemarau selalu punya cara menghangatkan cerita anak-anak gembala

meski dengan dahaga dan cinta yang terbakar rumput-rumputnya

ilalang yang tumbuh lebat di musim hujan, merunduk perlahan hingga tiarap

tubuhnya kering seperti keratan daging si gerobak keliling

akarnya kering

tapi tidak dengan biji,

benih yang akan kembali dibuahi di akhir oktober

di musim kemarau, bunga desember memendam rindu seperti kematian

separuh tahun lamanya

nyeri telah akrab dengannya

demi menyejukkan hati yang dicinta bila tiba waktunya

anak-anak gembala di bulan itu riang sekali hatinya

sebab rumput bertebaran untuk kekasih yang dicinta

ladang hijau di mana-mana

menunggu arit menjempunya

demi cinta di musim yang sama

Sumenep, 30102020

#edisi lelah. Entah bagaimana jadinya



"LENTERA DI GUBUK TUA"

 Karya Sil Sila Yusuf


angin dan api di udara

menari

melambai-lambai

tikus kecil dari bawah atap jerami

dinding bambu yang kusam

banyak lubang bekas galian kupu-kupu kayu

api pada lentera dan tikus yang menendangnya

tumpah

terbakar gubuk tua

bersama serangga yang punya sengketa

Sumenep, 01112020



"HARI SANTRI"

 Karya Sil Sila Yusuf


Hari Santri

lapangan sekolah sepi

matahari setinggi nyali

Hari Santri

sarung peci menghiasi

istighasah dipimpin kiai

Hari Santri

Ibu-ibu berpartisipasi

mendoakan santri, anak negeri yang berbudi

Hari Santri

hujan tak singgah

matahari tak pongah

Hari Santri

tak ada sampah

tak ada serapah

Hari Santri

hanya kiai dan santri

presiden dan menteri, pejabat dan buruh segala instansi

Tanda cinta untuk pertiwi

Sumenep, 22102020



"LELAKI YANG MENGUMPULKAN SEPI"

 Karya Sil Sila Yusuf


kereta api yang berangkat pukul empat pagi dari Stasiun Gubeng

Baru menuju Cimahi tahun lalu, mengantar seorang lelaki yang

mengumpulkan sepi ke sana ke mari

terkadang di pinggir jalan yang padat polusi dan orang-orang

menceramahinya dari dalam kendaraan yang bising sekali

lelaki yang mengumpulkan sepi sering terlibat basa-basi di gedung

bertembok tinggi, terutama di halte-halte dan pusat belanja

ia mengalungkan sarung di bahunya, menunduk kepalanya,

memiringkan pecinya, seperti seseorang yang bingung mencari jalan pulang

lelaki yang mengumpulkan sepi pernah berpikir suatu kali,

bilamana ia kembali ke stasiun kereta api dan mencari anak istri,

tempatnya tertawa dan berbahagia

dia ingin meninggalkan sepi, melanjutkan tawa yang belum usai di

emperan rumahnya, tepatnya satu tahun yang lalu sebelum seseorang

mempertemukannya dengan sepi yang berulang-ulang

tapi, kawan yang memberinya tempat tinggal dan makan batu karang,

seakan membuatnya terlempar jauh dari rumahnya, jauh dari dirinya, jauh dari ramainya

lelaki yang mengumpulkan sepi membawa malunya hingga sepi lagi

dan lagi

Sumenep, 26102020



"KELAHIRAN ANAK KUCING"

 Karya Sil Sila Yusuf


ada kelahiran yang tak mengundang kecemasan

kelahiran tanpa hari prediksi apalagi operasi

kelahiran yang setiap ibu ada dalam doa-doa itu

termasuk aku

yang baru tahu, kontraksi sakitnya selalu melahirkan harapan kehidupan

kau tahu,

kucing di rumahku kemarin masih mengandung

tapi aku telah melahirkan

hari ini kucing di rumahku melahirkan tanpa mengejan, tiga anaknya

luar biasa bukan?!

padahal baru beberapa menit menghilang

kupikir ia butuh bantuan

nyatanya aku hanya ibu yang doanya menunggu waktu

kucing di rumahku menjadi ibu baru

ia melahirkan kehidupan baru

dari doa-doa yang tak putus waktu

Sumenep, 20102020



"GULING ANAKKU ADALAH RINDU SEORANG IBU"

 Karya Sil Sila Yusuf


anakku memejamkan mata setiap siang dan malam

tapi tidak benar-benar terpejam seperti kakekku sepuluh tahun silam

dalam tidurnya anakku tak menyukai bantal

tapi guling baginya setengah kebutuhan

guling itu telah berlumut

hasil karyanya yang paling kurindukan

lihatlah, kakinya dinaikkan pada guling yang melintang dia terpejam

tapi guling membuainya seperti sebuah ayunan

sesekali dia bergerak

tangannya melingkar, kakinya melingkar

guling diputar-putar

matanya tetap terpejam

guling membisu

selalu rela diperlakukan begitu

jika anakku yang sulung terbangun, ditanya pertama, "gulingku kemana?"

sadar, bahwa guling telah dia tendang

jatuh dari ranjang

Sumenep, 20102020



"HARI SANTRI, KIAI MENGHAMPAR PERMADANI"

 Karya Sil Sila Yusuf


Warning!

Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional

seluruh santri diharuskan berkumpul melilit tali pada puisi

dengan sarung dan hitam peci di depan kamar santri

seorang ustadz dengan ranting bambu di tangan kanannya, meneriaki

santri  agar tak terlambat datang ke lapangan

sebab kiai telah menggelar permadani untuk menyambut pasukan negeri ini

ketika permadani dihampar

matahari merambat mata hati

mata air berjatuhan seperti embun

burung rijal mondar mandir dalam pikiran

di tengah lapangan

pengibar bendera telah siaga

sembilan orang jumlahnya

kiai melihat mereka seperti seorang panglima

riang hatinya mendapati usia tiba pula di medan laga

di kejauhan, santri berbondong-bondong seperti pasukan perang

yang dipimpin Sayyidina Umar gagah

Ta'limul Muta'allim sangunya

lagu Ya Lal Wathan menggema

mengguncang Indonesia

putih seketika bumi kita

kiai mengepal tangan kanan

di angkat ke udara

takbir menyibak pintu langit hingga Tuhan menghadiahi hujan dan

pelangi membentang antara samudera dan padang sahara

kiai tersenyum

menyalami santri sambil menarik tali hingga tiada jeda antara

agama dan Nusantara

ustadz yang memegang ranting bambu berteriak

kakinya dihentak-hentak

kamilah santri

hamba paling siaga membela negara

maju tak gentar

mundur pasang kuda-kuda

Sumenep, 21102020



"LELAKI PEMIKAT TUHAN"

 Karya Sil Sila Yusuf


sekelompok jati di tengah hutan menyapa seseorang yang hijau sarungnya

tangan diulur, daun jati kering dan gugur

seseorang yang putih pecinya tersenyum

kupu-kupu beterbangan di antara batang yang lurus ke angkasa

awan kelabu menghimpun air mata untuk ditumpahkan

lelaki yang hijau sarungnya berlalu meninggalkan jati yang

terpaku melihat sayur segar di tangannya terbungkus kain kafan

langkahnya seperti laskar

gagah bagai pendekar

lelaki itu telah putih rambutnya, mengerut kulitnya dan bangunan surga di dadanya

siang itu dia pergi ke rumah saudara, akan menghimpun manakiban se Madura

aneka hidangan disajikan

lebih dari jamuan tahun sebelumnya

tak ada yang tak istimewa

sebab cinta keseluruhan jiwa

siang itu, lelaki berbaju batik dengan hijau sarungnya berdiri di depan podium

hatinya melukis lillah, wajahnya masih tengadah

tiba-tiba mata air dari langit berjatuhan mengenai punggungnya

sejuk berhambur seperti lama tak bertutur

tanah gersang beraroma hujan

pelangi muncul perlahan

malu-malu melihat lelaki yang ternyata kekasihnya

ia melempar kabar, bahwa hujan akan sering bertandang

dan kafan yang dibawanya terbang di udara

melepas cinta menjadi bunga surga

hujan kembali reda

Sumenep, 10102020



"DI DEPAN GEDUNG DPR"

 Karya Sil Sila Yusuf


Pagi itu mereka datang bagai kesatria, tidak sedikit jumlahnya.

Ada yang memegang bendera pergerakan, bendera merah putih,

bendera ormas, bendera buruh, bendera kemanusiaan, bendera hati

nurani, ditangan kanannya terangkat di angkasa, dikepal seperti mengeram mantra-mantra.

Pagi itu, kulihat mereka merapat di depan gedung DPR, berteriak

lantang menyuarakan hak buruh yang diperkosa dini hari. Tak ada

yang keluar dari pintu selain sepasukan polisi yang konon mengayomi.

Pagi itu, dari belakang gerobak kusaksikan sebaris polisi

mengamuk anak-anak kami. Mereka dipukul dan dilempari. Gas air

mata dan api menyala. Membakar mobil sebagai pembenaran jika tak

benar ulah demonstran. Padahal anak-anak kami tak membawa korek api.

Mereka dibuat umpan untuk memuluskan rencana tuan di gedung yang menakutkan.

Pagi itu, tak ada harapan. Anak-anak kami tak mendapat jawaban.

Pulang membawa luka dalam.

Sumenep, 11102020



"SERIBUAN UNTUK KEMATIAN"

 Karya Sil Sila Yusuf


Satu bag nasi, satu piring nasi, satu mangkok kuah daging sapi,

satu kotak jajan basah, satu buku tahlilan, satu amplop uang

kertas, satu ketupat sango,* satu ketupat kuda, satu leppet,**

satu paes,*** satu gorengan yang terbuat dari parutan singkong,

ubi, kacang hijau dan ikan teri, satu sarung, satu baju, satu

kerudung, satu payung, dan satu kesan, selamatan telah usai

Sumenep, 11102020

Note:

*ketupat sango (madura): ketupat yang bungkusnya terbuat dari anyaman janur berbentuk diamond

**leppet (madura): berbahan ketan dan parutan kelapa yang dibungkus dengan lilitan janur dan direbus

***paes (madura): ketupat yang dibungkus daun pisang, berbentuk memanjang



"LELAKI BERSURBAN JERAMI"

Karya Sil Sila Yusuf


Di gubuk tua, orang-orang datang membocorkan rahasia

beraneka macam warna bajunya

lelaki yang bersurban jerami di antara mereka, memanjangkan tangan,

sekam dalam dadanya ditumpahkan, meminta ganti lumpur comberan

dan darah sebagai persembahan

lelaki bersurban jerami mengangkat dagunya

sedang lawan bicara memainkan bunga kamboja dan dupa terbakar diantara keduanya

"sandal dan bekas kakinya" tutur lelaki yang kerutan wajahnya

melengkung ke arah belantara

lelaki bersurban jerami mengangguk

tangannya mengeluarkan lembaran rupiah

sepuluh kertas warna merah

ajaib dia seperti seorang pesulap memiliki banyak mantra

lelaki bersurban jerami meninggalkan gumpalan kabut di gubuk tua

mencari sandal dan tapak kaki seseorang yang megah rumahnya

tapi nihil

orang kaya tidak punya jejak di tanah

tidak pula di sandal jepit yang menghijau lumut kamar mandi mewah

lalu dicarinya di taman

dia hanya menemukan sekam

bertambahlah rimbun di dadanya

dupa semakin mengepul dari saku bajunya

berlompatan jadi belati

hendak dihunus ke dada sendiri

tapi kemudian, lelaki bersurban jerami tersadar,

didatanginya gubuk tua

dinyalakan api di setiap sisi, dan serigala menyaksikannya dengan teliti

ada garam di pundaknya

mengeram minta doa-doa

lelaki bersurban jerami

tubuhnya jadi sesaji

Sumenep, 14102020



"KUFUR NIKMAT"

Karya Sil Sila Yusuf


Di kedai minuman,

seseorang menyeruput kopi hangat punya teman yang duduk di sebelahnya

"kopimu masih hangat" katanya

cangkir dan lepek beradu bunyi

saling berbisik jika tuan mengunyah ampas, bekas temannya tadi

kedai kopi sama dengan warung nasi

ada banyak gengsi yang tersaji

berupa rasa dan aneka

terkadang wadah juga taruhan selera

beda jeda

beda di lidah

beda di telinga

kedai kopi, pelanggannya masih saling selidik

dua orang berkawan yang saling tidak terima kenyataan

bahwa kopinya tak lagi hangat dirasa

bahwa dirinya harus minum sisa teman duduknya

rokok di tangan mereka mengepul

beradu di udara

tapi muasal rubuh begitu saja

tak ada yang peduli

dan diantara mereka yang cepat menemui Tuhan adalah asapnya

Sumenep, 3102020



"SEMAR TANGIS"

Karya Sil Sila Yusuf


Gerimis turun, tanah mengepul membawa aroma memasukiku dengan maya

Gerimis turun, ayam bersahutan melantunkan takbir sebelum

kemudian meminta makan

Gerimis turun, daun-daun bersorak, seperti seseorang menemukan harta karun

Gerimis turun, asap mengepul seperti sekumpulan kabut merasuk dalam diriku

Mata menjadi perih seketika

Gelisah tiba-tiba memelukku dengan paling rendahnya hampa

Ada yang menetes seperti gerimis

Ada yang memaki dan mengumpat penuh benci

Di sini, di dalam dada yang tak mampu menampung nestapa

Air itu mengalir menjadi hujan lebat

Seluruh tubuhku termakan siasat

Mulut terkunci sangat rapat

Tak ada siapa-siapa selain kegelapan dan luka

Dalam hati aku meronta

Ingin memaki, tapi bagaimana

Mulutku seperti kerang bertemu orang

Tubuhku kejang bagai dirajam

Ingin kutulis marahku, tapi tangan mengunci uratku

Duhai, siapa yang bisa membantuku melepaskan tali serupa besi

Siapa bisa merenggangkan bibirku, agar amarah berlucutan tanpa menunggu waktu

Aku benci kegelapan

Aku benci salju dalam batu

Aku benci siapapun yang mengendalikan sukmaku

Aku benci dirimu yang sembunyi di wajah ibuku

Sumenep, 5102020



"MERAMU MIMPI BERSAMA MATAHARI"

Karya Sil Sila Yusuf


Matahari di pelipisnya menguning

Bergeser perlahan menyatu di bola mata menjadi berlian

Debu enggan hinggap

Angin tebar pesona

Aku di antara mereka seperti tas di atas meja

Diabaikan ketika rindu bercerita

tentang matahari dan senja

Ada tukar pandang antara dinding dan hiasan bunga

Saling merangkul

Cicak merayap begitu saja

Nyamuk berkelebat di matanya

Serangga mendelik

Sayap nyamuk berjatuhan di lantai

Tidak cidera, tapi ia tidak punya nama tanpanya

Matahari berubah renda

Awan-awan mutiara lautan

Aku tanah tanpa tanaman

Merindu rembulan dan embun di dahan dahan

Tapi kemarau membuat pagiku seperti peta

Basah sebagian saja

Debu-debu menepi

Aku dan dia nyala api

Meramu panas menjadi sugesti

Sumenep, 7102020



"BINTANG DI LANGIT PALESTINA"

Karya Sil Sila Yusuf


seperti pada suatu malam

satu tusukan di dadaku menghentikan kegelapan

bintang bertabur

bulan mengerut keningnya

langkahku terhenti

tapi Tuhan mengirim seribu infantri untuk menyurutkan dendam

ideologi kepada negeri ini

seperti pada suatu malam

kepala di depan mataku terpenggal

kaki dan tangan di satukan

diseret di jalan belukar

bola mata berloncatan ke tanah

tempat Tuhan memberi amanah

negeriku dipertaruhkan dengan pertumpahan darah

seperti pada suatu malam

seorang ibu kehilangan anaknya

anak mencari di mana bapaknya

bapak kehilangan seluruh keluarganya

dan dirinya terpanggang di atas senapan

seperti pada suatu malam

mulut dibungkam

mata dicukil

kaki ditumpas

jeritan kemanusiaan membelah bulan dan bintang kembali menyaksikan

seperti kucing dia melahirkan banyak persaksian

bertahan dan kelak kita jua pemenangnya

Sumenep, 8102020



"PRESIDEN, AKU RINDU"

Karya Sil Sila Yusuf


Sebatas kenang, saat suaraku dibutuhkan, kau sambangi aku, jika

perlu kau sertakan nominal berapapun jumlahnya

Sekarang aku datang kepadamu dengan segala rindu atas janji

manismu dahulu, kau malah sembunyi di istana yang megahnya

punyaku

Aku ingin bertanya, sebab apa kau beri aku umpan berupa polisi

dengan gas air mata, berupa kawat yang menyayat di dalam jiwa

Aku ingin bertanya, bukankah ketika kau butuh, aku selalu ada,

lalu sekarang kemana

Hatiku sedang terbakar

Padamkanlah, jangan lempar aku dengan kayu bakar

Jiwaku sedang remuk redam

Obatilah, jangan hunuskan pedang

Sekali lagi kepadamu, wakilku

Sambutlah rinduku walau sekedar bertemu tanpa menjamu

Sumenep, 9102020

 

"MATAHARI DI ATAS PERIGI"

Karya Sil Sila Yusuf

 

Benang merah di udara terbang mengenai tulang punggungku

membangunkan yang menggumpal seperti taal tua dan kolang kaling

yang larut gula aren

benang itu membesar membuntuk bulan

burung terapung

kelopak bunga menggelembung

matahari kekal di dalamnya

tanpa musim

jagung menjadi bulir keringat

lunak-lunak hasrat

memanen setiap saat

Sumenep, 2102020



"MEMBURU DAUN BERLOGO"

Karya Sil Sila Yusuf


Telah lama diceritakan, Qarun yang dilambangkan harta kekayaan,

pemburu daun yang hijau di pegunungan. Dahulu kala masanya.

Kau tahu, kini tak jauh beda. Qarun diburu serupa rumput daun bergoyang.

Disabit, diarit di ladang menghijau. Entah punya siapa.

Yang penting gembala dalam perutnya penuh mangsa.

Tak pernah rasa berkecukupan. Daun di seberang sawah orang, turut merasakan tebangan. Banjir ceritanya buah khayalan. Karena nyatanya buah dari kenyataan, bahwa serakah selalu memakan korban.

Carilah, di segala sudut dunia, orang-orang bertukar kota. Yang Madura ke Cina. Medan ke Thailand. Malaysia ke Australia. Indonesia ke Saudi Arabia. Orang Arab ke Madura. Thailand ke Cina. Cina ke Indonesia. Siapa hendak menghalangi. Orang-orang seperti singa kelaparan.

Memburu daun dengan nominal paling memabukkan. Buta tempat, waktu dan realita. Sebab nyatanya, menghamba utamanya di atas segalanya.

Sumenep, 30092020



 "GOL"

Karya Sil Sila Yusuf


Hei,  yang berdiri di depan gawang,  menyingkirlah,  jangan menghadang!

Telah puluhan tahun kugiring bola yang bundar tubuhnya dari ruang-ruang pengap dan gelap. Sekarang tinggal kamu batas waktu yang kutunggu.  Sekali lagi menyingkirlah,sebelum bolaku mengenai sarafmu.

Sebelum kakiku selimpungkan kakimu dan kaki kita, terikat simalakama.

"Tendanglah,  agar kau tahu,  bilamana bolamu sampai batas waktu!"

Teriakmu,  masih di depan gawang.

Aku melaju membawa cita-citaku.  Kugiring sebelum kemudian ketendang tinggi melompatimu. Dan bola menembus gawang dengan sempurna.  wasit ternganga.  Nyamuk memasuki guanya sambal bersorak,

Gol

Gol

Gol

Sumenep,  29092020



"MEMBACA DI ATAS AWAN"

Karya Sil Sila Yusuf


Gubuk kecil tempatku mengarungi kegelapan dan mimpi-mimpi adalah yang pertama kulihat dari ventilasi. Awan menari-nari. Bergulung-gulung isi hati.

Di sini, tiada kehidupan, selain sepi dan kenyataan.

Di atas awan, kulihat Mahatma Gandhi menyapu India. Rambutnya berlucutan menjadi kitab anti kekerasan. Di Serbia,  Nikola Tesla merangkai aliran listrik sampai terang penjuru dunia. Dengan cintanya, yang terlampau di akal orang, menyatu melahirkan cinta yang lain.

Seorang penyandang autis yang sukanya menghimpun serangga, kerang, dan cacing tanah, menjadi Bapak Evolusi, Charles Darwin namanya yang terpatri di memoriIbnu Sina di Persia, dengan kata dan kacamata ditulisnya resep cinta, obat luka dan lara hingga kesohor namanya, Avicenna.

Setelah Persia, awan di pantatku meronta-ronta, menggiringku kembali ke India. Himalaya ketinggiannya. Sungai Gangga aliran keabsurdan cinta.

Lalu Indonesia, selendang sutra antara mistis dan maya, Ratu Kidul Pantai Selatan, menarik baju merah, dengan infantri yang terdiri dari para jin.

Persinggahanku yang tarakhir, festival salju di musim dingin, di Sapporo, Asahikawa, Yokote Kamakura, Tokamachi, dan pojokan rindu yang membuatku beku bersama  malam tanpa bulan. Sakura berguguran. Dan bintang sembunyikan awan.

Sumenep, 28092020



"KATA DAN JEDA YANG TERPUTUS DI KOTA"

 Karya Sil Sila Yusuf


pada badai, sampan mendekati malam

malam melempar bulan

bulan pecah

mendua

masing-masing jadi cerita

lalu apa yang tersisa antara kita?

Sumenep, 28092020



"BUTA"

 Karya Sil Sila Yusuf


Malam di kakiku menua. Di tanganku mendua. Di kepalaku tanpa bicara.

Ia mencari piring yang bening. Gelas yang bening. Sendok gemerincing. Bila diketuk, bunyinya nyaring.

Malam di kakiku menua. Di perutku menjadi singa. Di mataku tanpa bola.

Ia tongkat tirakat. Semakin lama membuatku terikat. Berharap tanpa sekat.

Antara Tuhan dan malamku nun sekarat.

Sumenep, 27092020



"PAHIT YANG CANDU"

 Karya Sil Sila Yusuf


Jamu. Pahit adalah kesan pertama yang sering terlintas. Tapi jamuanmu setiap pagi dan malam hari, pahitnya kunikmati. Sebab ayumu menggulai. Menjadi candu, inginkan lagi dan berkali kali.

Semula aku enggan merasai, tapi Negeri Serambi menyuguhkan Arabica Gayo untuk mengawali. Kuseruput di pagi hari, sambil mencumbuimu yang asik mencubit-cubit gulali.

Esoknya di malam hari, Robusta menggauli lidahku dan membawanya ke sawah lunta, tempat cerutu tebar aroma. Pekat dan pahitnya adalah kenakalanmu yang manja. Kuhirup hingga udara menyamun para pujangga, sedang engkau berlari mencari Liberika untuk membuatku semakin gila.

Pahitnya manismu. Manismu padanya. Rindu dan candu. Susuk dalam cintaku.

Sumenep, 29092020



"KAMPUNG TA', DESA LAM"

 Karya Sil Sila Yusuf


Kampung ta'.

Balai balai di emperan adalah kantor urusan pengangguran. Warung satu-satu kampung tempat bertemunya kelompok yang tak ada kerjanya.

Bantu tetangga, suka rela.

Di kampung Ta', hanya seseorang pemilik mobil pick up.

Di kampung Ta', Maulid Nabi setiap rumah menggelar barzenji.

Di kampung Ta', perempuan perempuan berlapang dada.

Melayani suami tanpa kerja. Asap tetap mengepul. Lauk, sayur, nasi bukkul.

Anak-anak sekolah sangunya dua ribu rupiah.

Bila mujur, masih masuk tabungan sekolah.

Salam, sapa, santun, kepada guru dan orang tua di rumah.

Kampung Ta', tanahnya selalu basah.

Setiap minggu tiga kali istighatsah.

Meski jarang orang ke sawah, hijau asri penuh marwah.

Lalu lihat, desa Lam.

Fajar muncul, ibu ke dapur. Pukul enam berangkat menyangkul.

Arit, tangguk, mobil di bakul. Harapan esok, moga terkabul.

Desa Lam. Tanahnya kering butuh siraman. Kerja daerah hingga perkotaan.

Desa Lam. Tanamannya angkuh, spion harus selalu utuh.

Desa Lam,  ulur tangan sangat perhitungan. Bangun rumah, wajib bayaran.

Bajak sawah bisa pongkoran.

Kampung Ta', desa Lam. Beda rumah, beda halaman.

Sumenep, 25092020



"ULAT BULU DI KEBUN SEKOLAH"

Karya Sil Sila Yusuf


Di pintu gerbang sekolah, angin menyalamiku sambil bercerita

tentang tanaman yang hampir punah.

Dikatanya, sekolah memiliki kebun berpetak-petak sesuai jenis dan kejuruan.

Setiap hari disirami, sesekali dipupuk dan dicabut rumput-rumput.

Akhir-akhir ini, tanamannya dimakan ulat dengan bulu seperti benalu. Setiap hari bertambah jumlahnya. Padahal tukang kebun tidak pernah lalai laksanakan tugas.

"Tidak biasanya kemarau disambang ulat-ulat"

Angin membuang napas di udara. Merasakan panasnya semprotan basmi hama, lebih dahsyat dari api dalam baja.

Dia melangkah perlahan. Menunjukkanku lahan perkebunan.

Aku mengedarkan pandangan. Tubuh kering anak sekolah memenuhi tanah basah.

Seperti diceritakan, daunnya hampir musnah dimakan ulat bulu warna abu benalu.

Sebagian menangis tidak rela. Sebagian menyerah dan pasrah begitu saja.

Sebab sekolahku; anak-anak tanpa mutu.

Sumenep, 23-24092020



"HATI MAMAK, JANGAN DITANYA-TANYA"

Karya Sil Sila Yusuf


Jangan tanya Mamak kita

tentang genting bocor dan pecah kaca

Jangan tanya Mamak kita

tentang tungku penuh debu tanpa kayu dan sisa pembakaran

Jangan tanya Mamak kita

tentang pensil yang patah jadi dua

Jangan tanya Mamak kita

tentang sepatu yang lubang telapaknya

Jangan tanya Mamak kita

bila alat sekolah tidak lagi tersedia dan rumah kita tinggal nama

Jangan tanya berapa Mamak buat angka

di ayunan

di balai balai

di pintu

di ruang tunggu

di setiap waktu

Tapi, tanyalah hati kita, yang berlubang sering dusta

Tanyalah jiwa kita

yang selalu pergi berkelana dan lupa Mamak punya siapa

Sekarang jangan tanya-tanya

karena Mamak merelakan seluruh organnya

untuk pesta kita besok lusa di taman kota

Sumenep, 23092020



"SURGA YANG DIDAMBA"

Karya Sil Sila Yusuf


Ada yang lain dalam diriku. Kakiku.

Kakiku tanpa jari jempol dan telunjuk. Tak kusalahkan ibu,

mungkin lupa menyimpannya di jari tanganku yang ganda.

Bercabang seperti ranting pala.

Suatu hari temanku yang pirang rambutnya, bertanya.

"Ada apa dengan jari tangan dan kakimu? Apakah itu hukuman karena

ibumu tidak hadir di saat pembagian jari?"

Aku diam. Kunang-kunang berkelebat di mataku. Membentuk huruf

yang menunduk kepalanya sejajar bahu. Wawu. Yang bertanya

menganga seperti huruf Ha'. Aku membisu. Kelak anakku akan tahu

dan bertanya seperti Li menanyakannya kepadaku.

Seketika otak menemui logika. Mencari jawab di buku para tetua.

Kakiku ada di sana. Jarinya dibuat kunci surga.

Aku merenung. Menerima kemudian.

Kubalut kakiku dengan kaos kaki yang berjari, dan mengisinya randu tanpa biji.

Sempurna. Anakku pasti lupa bertanya. Karena jariku dilihatnya sama dengan jarinya.

Lalu tanganku.

Kuambil kalkulator di toko. Kutulis angka enam. Kukurangi satu.

Hasilnya sama dengan tangan normal lainnya.

Aku tersenyum sendiri. Jariku tak kelebihan porsi.

Sumenep, 22092020



"JANDA"

 Karya Sil Sila Yusuf


Aku tahu cara menyeberangi lautan tanpa harus berbasah-basahan

Aku tahu cara menghadapi badai tanpa harus menghalangi angin kencang

Aku tahu cara menenggelamkanmu seperti seorang perawan

Aku juga tahu cara memberi makan ikan-ikan tanpa harus menahan lapar

Aku tahu cara mengindahkan gelombang tanpa bantuan buih dan lukisan

Aku tahu cara menampung puisi berbagai genre dan turunan

Tapi aku lupa, bagaimana membuang jeda antara lautan dan samudera

Semua mata melihatku seperti kupu-kupu

Padahal hanya sayap dan warna yang membuat sama

lalu mereka menelanjanginya begitu saja

tanpa bertanya ada apa di dalam sayapku yang terbang menirukan kupu-kupu

lepas dengan indah, landas dengan pongah

Setiap malam adalah kuburan dan rumah angker di tengah hutan sendirian

seperti dalam cerita horor, aku terbang setelah aungan serigala memberi tanda

mencari mangsa yang lugu dan tertarik pada hantu

setidaknya dengan ruang kosong yang diam di kotanya

aku datang dan pergi tiba-tiba. Mencari ramaiku di dalam sana.

Dalam diriku ada seseorang yang menunggu

memberi kekuatan seperti kanuragan. Bekal aku bertahan.

Sumenep, 20092020



"ENGKAU DALAM DIRIKU"

 Karya Sil Sila Yusuf


Detak dadaku adalah tentangmu mengais rindu

Pada sebuah perjamuan cinta aku datang mencarimu di halaman belakang

Tapi nihil

Langit kutanya

Di ceruk bulan katanya

Ku singkirkan pintunya, kudekap ia, masih tak kurasa adamu di sana

Kemudian Kugali diriku sendiri

Kususuti darah dan hati

Engkau rupanya menjadi misteri

Tersimpan dalam sanubari

Sumenep, 18092020

#Masih otw

 

"IKAN YANG DATANG DALAM MIMPI"

 Karya Sil Sila Yusuf

 

Aku bermimpi tentang ikan yang mati di kamar mandi

Perutnya balon udara

Tubuhnya hamil tua

Pucat tanpa rasa

Ikan itu mengapung

Matanya melotot kehilangan seluruh otot

Ekor kaku

Sisik mengelupas satu satu

Dan yang tersisa adalah rindu

Sumenep, 18092020



"PUJANGGA TANPA CINTA"

 Karya Sil Sila Yusuf


Sungai yang kering tubuhnya

adalah aku tanpa cinta

batu dalam diriku tampak di permukaan seperti seseorang yang lapar

tak ada air mengalir

embun sesekali memberi jarak antara aku dan fajar

yang lampau di hulu sungai

banyak benda bertebaran dalam jiwaku

daun kering, sampah plastik, popok penuh berak dan kencing, sayur busuk, ikan ikan kering dan anyir

semua dalam diriku

entah siapa membuatku tanpa rupa

sampai cinta enggan memberi makna

padahal pada suatu kali aku diajar

merasakan getar yang seperti aliran listrik

membuatku kejang

tumbang kemudian

menjijikkan

seumpama comberan

tubuhku sungai kekeringan

tubuhku busuk dedaunan

tubuhku angin musim kemarau

haus aku kasih sayang

Sumenep, 19092020



"PERAMU REMPAH"

 Karya Sil Sila Yusuf


Kerudung dihempas mengenai pundak

celemek dipasang

pergelangan baju dilipat mendekati bahu

di mata beningnya, beberapa menu tergambar makan malamku

dipotongnya tiga siung bawang putih

bawang merah lima buah masih menunggu antrian

satu pisau untuk segala jamuan

ada buliran mengucur dari matanya

disapunya dengan punggung tangan

sembari menyumpahi bawang merah yang dengan sengaja membuatnya marah

lengkuas tertawa

dikatanya "aku akan menyerang hidungmu hingga mengeluarkan lahar

yang kau sembunyikan dari wajan"

kunyit yang masih melekat kulitnya ikut mengumpat

"aku akan mewarnaimu dengan liurku"

mereka tidak tahu, ada lemon yang kan menghapus segala jejak di dapur peramu

dia mengupas

dia cincang

dia tumbuk

pada gilirannya, semua tunduk

bawang merah, bawang putih, lengkuas, jahe, kunyit tak ada

mereka menyatu dalam racikan malam yang disajikannya kepadaku

acar

itulah namanya

rembulan menghadiahi kejora

disajikannya dalam makan bersama

ada serbuk fajar di antaranya

menjadi menu paling menggugah selera

dia tersenyum

kunang-kunang mengerubung

Sumenep, 16092020



"DARI TECTONA KE BUKIT CINTA"

 Karya Sil Sila Yusuf


Surat cinta terbang bagai layang layang meninggalkan penjara

terbang tinggi menggapai udara

bersiul-siul mencari mangsa

Ya, di sana

di taman Tectona

kita pernah duduk berdua

saling berhutang rindu berjuta-juta

sampai kini aku belum bisa membayarnya

katamu "cicil saja"

kuiyakan

meski sebenarnya ingin kubayar kontan

agar mendekapmu penuh ganjaran

surat itu kini tiba di depan rumahmu

tapi aku tidak berani memasukinya

surat tanpa kurir

padanya sakral terukir

Kuberanikan memanggilmu di balik pagar

kau pun keluar membawa nampan lamaran

surat di tanganku kau selipkan di sana

Akhirnya aku kembali merasa

ketika kau tagih rindu satu juta

kubayar dengan senyum dan bening mata

Duhai, engkau tertawa

putik bunga berhambur menjadi nuansa

kita terbawa dalam lipatan kelopaknya

rindu menyatu kembali di Bukit Cinta

dan yang terhutang adalah status kita

Sumenep, 15092020



"NYI SAMI"

 Karya Sil Sila Yusuf


Rumahmu

kau tanami lembayung,  singkong,  jagung dan tomat

darinya kau makan dan menyesap rasa pahit yang sangat

Roboh rumahmu kau punguti puing-puingnya

rintihan kesunyian terdengar hingga petang memecut luka nun jauh

keberadaannya

kau kemasi

batu

genting

kau tabur di halaman

menjadi api

dan kau terbakar di sana

di antara lembayung dan pohon singkong

yang kau tanam paksa

Rumahmu menyala

seperti siang kehilangan senja

engkau terapung di dalamnya

tanpa raga

tanpa daya

pohon tomat menyaksikan dari sisi jendela yang pecah kacanya

Pohon kelapa di sebelah timur rumahmu melempar buahnya

tak terima jika kau mati tanpa raga

sedang darahmu mengalir di lintas samudera

tanpa rasa

tanpa cinta

hanya nafsu kepunyaannya

Nyi Sami,

tak mengapa tempatmu memenjarakan rindu terbakar karena tangis

yang sekian lamanya kau rebus di tungku tak berkayu

asal cinta di dadamu tak menjadikan raga dengan luka nganga

selamanya

lumpuh dengan kebutaan

sunyi sebab karma

dan mati tanpa nama...

Sumenep, 14092020



"AKU TIDAK KAN LUPA"

 Karya Sil Sila Yusuf


Aku tidak kan lupa

tulang tulangku kau bawa pulang bersama

setelah ritual penggal nyawa

di bawah tiang kepentingan

kau pisahkan nadiku dari detaknya

darahku kau buat pemandian

dengan dupa dan kembang tujuh rupa

Aku tidak kan lupa

kakiku kau tebang paksa

kau bawa lari ke muara

menemui senja sebelum tutup peraduannya

dan sunyi menjadi dawai dalam dada

hanya aungan serigala

yang terdengar pilu di telinga

mainanmu di resleting celana

Aku tidak kan lupa

tempat pembuangan sebagian besar diriku

adalah lahan pembakaran sampah

kau biarkan ide ideku membusuk hingga belatung tak lagi kasihan

memakannya

berkerumun

saling memuaskan selera

dan karangan bunga

kau hadiahkan

pura-pura

agar kenyang menyaksikanku berjauhan dengan jiwa

Aku tidak kan lupa

tangisan dan permohonan jadi nada

diabaikan selepas memberi tanda

dan dengan tanganku kau buat penemuan-penemuan

kamuflase

tapi kau terbuai saja

Aku tidak kan lupa...

Sumenep, 14092020


***
Demikian puisi karya Sil Sila Yusuf yang dikirim oleh penulis untuk dimuat dalam web ini. 

(Catatan Penutup)

Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...

Sampah Kata Seniman Bisu
Penulis Amatiran Dari Pinggiran
Secarik Ocehan Basi Tak Lebih Dari Basa-Basi

Post a Comment