Puisi Buat Ibu "Catatan Hati Yang Rindu" Puisi Doa Untuk Ibu Puisi Kei Naz (Lentera Merindu)

Table of Contents


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salam kopi pahit...
Puisi merupakan ungkapan perasaan yang menggambarkan tentang cinta, kehidupan, bahagia, sedih, rindu dan alam. Oleh karenanya pada postingan ini, admin ingin membagikan puisi buat ibu karya Kei Naz

Dalam hal ini admin menekankan bahwa sumber tulisan dan hak cipta sepenuhnya milik penulis. Selamat membaca!.

Profil singkat penulis :
Facebook Kei Naz
Instagram Lentera Merindu

Puisi Sampah Kata


"PEREMPUAN TANPA NAMA"

Oleh Kei Naz (Lentera Merindu)


Denyut nadi kukirim sebagai pesan

Sebelum aku tenggelam dalam kubangan hitam

Di antara bercak merah luka-luka

Tetes air mata seputih air susu ibu jatuh

Tuhan, Aku tak punya punya tinta

Maka kuketik saja pinta


Saban hari sibuk kukemas cerita

Lebih dalam dari cinta

Lebih luas dari rindu

Puisi-puisi kubaca dari lekuk waktu

Mungkin aku lahir sebagai sajak tanpa darah

Dari rahim ibu yang lupa nama ayah

Kemudian hidup menjadi diksi paling erotis

Sekali aku mengerling, hargaku fantastis


Jalan di lorong-lorong sepi itu jadi lengang

Seperti sunyi yang kulukis dengan duka

Mungkin lebih sepi dari doa ibuku

Yang punya sejuta iba

Yang pernah kembali sebagai perempuan tanpa nama

Balikpapan, Desember 2020



Catatan Hati Yang Rindu

Kei Naz / Lentera Merindu


Hening pekat malam menemani tubuhku yang gigil mendekap rindu,  rindu yang teramat perih.  Sabana tandus nan sepi menatih rasa menuju setapak kenangan.


Perjalanan kisah semenjak ruhku menempati ruang kasihmu,  semenjak detakmu menjadi denyut kehidupanku hingga tangisku terdengar lalu kau simpan sebagai sepotong senyum ketulusan.


Ibu,  aku tumbuh dalam buaian kasih sayangmu, menitah langkah dari merangkak hingga mampu berlari menjemput dekapmu.


Ibu,  tak kudapati lelah di sepanjang hari yang kau indahkan dengan cintamu,  kau naungi dalam perbincangan hangatmu pada Tuhan bahwa bahagia untukku  adalah rimbun pengharapan yang kau minta sepanjang waktu, bahwa kau rela menukar setiap keburukan yang akan menimpaku lalu membiarkan kau yang merasakan sakitnya.


Ibu, sungguh tercukupi segala yang kucari dalam hidup saat aku bisa melihat kau tersenyum bangga, saat kurasakan pelukanmu membasuh semua kepedihan atas ujian hidup yang kujalani,  saat kau ridho pada tapak-tapak yang ku tempuh menuju masa depan.


Bu...

Cintamu adalah embun pagi yang memberi getar pada hatiku yang rapuh.

Kasihmu melebih putih warna kapas,  menjumlah sabar saat derita nestapa menyinggahi.

Doamu adalah perisai diri, adalah sayap yang membawaku terbang tinggi,  adalah lesatan panah menembus langit tanpa sehelai hijab


Bu, kau cukupkan segala yang kurang dalam hidupku

Kau genapkan keganjilan dalam sikap dan tuturku

Tanpa menjumlah angka-angka kelemahan diriku,  tanpa menuntut setitik balasan atah megahnya pengorbananmu


Sungguh Bu...

Maka ketika waktu mengusaikan pelukan hangatmu, membuatmu diam tanpa suara  berganti kebekuan yang menyayat perih dadaku, kudapati semuanya  seolah berakhir.


Kau pergi Bu....

Kepergian yang telah ditetapkan atas kehidupan manusia.

Kepergian yang mengusaikan seluruh juang.

Kepergian yang sungguh tak mengisyaratkan  pulang.


Lalu kehampaan mulai mengisi ruang hidupku hingga tersadar bahwa inilah rindu yang dipisahkan waktu,  dijamah semesta tanpa aba-aba lalu diamini oleh takdir.


Bu...  Kini aku hanya mampu mengeja kerinduanku atasmu dalam doa-doa terbaikku.


Satu pesanmu yang menguatkan hidupku hingga kini.


"Sebelum matamu menjemput pejam,  tanyalah lebih dulu hatimu tentang kebaikan apa yang telah kau buat hari ini, jika belum ada maka lakukan segera, karna bisa jadi tidurmu malam ini adalah yang terakhir. Keburukan apa yang telah kau perbuat hari ini. Jika kau ingat ada maka meminta maaflah dan memohon ampun. Karna sungguh bisa jadi tak ada hari esok untukmu melakukannya."


Bu.... Maafkan atas air mata yang masih membasahi relung dan netraku takkala mengingat  semua tentangmu

Sungguh hati ini rindu, Bu...

Balikpapan,  3 Desember 2019



"CATATAN KENANG"

Oleh Kei Naz / Lentera Merindu


Rinduku kepadamu seharum melati

Ingatan paling mawar bermekaran di sepanjang debarku, menjelma kuntum-kuntum doa yang kupersembahkan di setiap sujud.


lembaran-lembaran kenang yang masih kubaca dengan linang, pun bait-bait lirih yang kusampaikan pada Tuhan, adalah kerinduan paling candu masih menyisakan jejak perih di kalbu.

Sebentuk kasih sayang memang telah purna namun tak  sirna meski ribuan musim berlalu.


Merindukanmu, Bu...

Di sini, betapa tak mudah menjadi sekuat dirimu. Menutup mata demi melihat jeli mutiara hikmah dari goresan luka, mendengar dengan hati tuk menelaah jauh suara-suara sumbang, sedang petuah ajarmu merubaiyat hatiku tuk berdiri setegar karang.


Ketika rapuh membelenggu langkahku, terkapar  sekujurku tak berdaya menatap dunia yang kian menelanjangi

Gelap mengurung jiwaku hingga pengap

Aku sendiri Bu, bahkan di tengah keramaian yang menghidangkan gelak tawa

Aku lelah dan berharap pejam menjemput, membawaku ke alam mimpi tuk bisa menemui dirimu.


"Sekuat apapun badai semua pasti akan berlalu." Ucapmu lirih sebelum lelap tidurku terjaga.

Bu, terima kasih telah singgah menghapus air mataku saat aku memejam, terima kasih telah menguatkan saat kurasakan seluruhku terhempas berkali-kali, terima kasih untuk sua dan peluk semalam.

Cintamu, Bu.... Masih utuh tak terbelah mengaliri nadi hingga jantungku.

----------------

Balikpapan 21 November 2020


***
Demikian puisi karya Kei Naz yang dikirim oleh penulis untuk dimuat dalam web ini. 

(Catatan Penutup)

Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...

Sampah Kata Seniman Bisu
Penulis Amatiran Dari Pinggiran
Secarik Ocehan Basi Tak Lebih Dari Basa-Basi

Post a Comment