Rumah Saudara Ibuku Bagian 1 Cerbung Kutitip Rindu Untuk Ayah Karya Nova Elvira
Ku Titip Rindu Untuk Ayah
Karya
Angin yang
menyapa hatiku..
Engkau pasti
tahu renunganku..
Engkau juga
pasti tahu harapanku...
Aku ingin
dia tetap menjadi ayah yang hebat di mataku
Walau ia tak
lagi di pelupuk mataku..
Angin ku
titip rindu untuk ayah..
Dan doaku
untuknya..
Angin
berilah aku damai..
Damai dari
hati yang berkecamuk ini..
Agar langkah
ku tak gontai tanpa ayah..
Agar mimpiku
dapat ku selami..
Dan agar ku
mampu memilah hidup yang ku mau..
Angin ku
titip rindu untuk ayah..
Angin
hapuskanlah air matanya bila ia rindu pada ku..
Angin
bisikkan semua ceritanya setiap aku merindukannya..
Dan berilah
aku gambaran tentangnya yang selalu tersenyum
17/05/2020,
Nova Elvira, Padang Sumatra Barat
BAGIAN 1 "RUMAH SAUDARA IBUKU"
#Halaman 1
Seusai
pamitan pada ayah lalu aku mendekati adikku. Namanya giano tapi aku kerap
memanggilnya gino. Usianya baru sepuluh tahun, gino masih kelas 4 SD. Sambil
memeluknya aku berpesan agar ia bisa menjaga ayah hingga aku dan ibu pulang
nanti. Selepas berpamitan kami pun pergi dengan dua ojek yang sudah menunggu.
Di desa kami belum ada angkutan umum yang ada baru kendaraan roda dua itupun
belum banyak. Desa kami lumayan jauh dari jalan raya sehingga untuk menuju
terminal harus dengan memesan ojek.
Sesampainya
aku di terminal, ada perasaan yang aneh timbul di hatiku, seakan separuh
nyawaku baru saja beranjak pergi. Hatiku bertanya perasaan apa ini? Aku hanya
bisa terdiam dengan perasaan itu. Di tengah pejalanan setelah menaiki angkutan
umum, tiba_tiba saja aku ragu untuk pergi. Bu apa kita harus pergi? Mendengar
pertanyaanku, ibu hanya diam.
Setelah
delapan jam perjalanan akhirnya kami sampai di dumay. Kota yang kita tuju
adalah Bintan, kami harus naik kapal laut terlebih dahulu agar sampai ke
Bintan...
#Halaman 2
Kapal yang begitu besar menuju Bintan telah aku dan ibu tumbangi. Kapal itu mulai melaju dan perlahan-lahan di balik jendela, ku lepas pandangan ke arah belakang kapal yang mulai meninggalkan dermaga. Hari sudah sore, lampu di dermaga mulai hidup satu persatu. Begitu indah nampak dari kapal yang semakin menjauh. Melihat keindahan itu kegundahan hatiku mulai menghilang dan angin laut pun sudah mulai sejuk. Pandanganku juga terbagi melihat langit yang begitu indah di tengah laut.
Baru kali ini aku melihat bintang di tengah laut yang sangat indah. Seakan mataku sedang bermanja dengan bintang-bintang di langit. Dari dermaga ke Bintan juga memakan waktu kurang lebih kurang 8 jam. Selama di kapal aku bersandar pada bahu ibuku karena melihat buih laut dan gelombang sedikit mengocak perut hingga aku sedikit mual. Ketika kapal yang kami tumpangi telah dekat dengan dermaga Bintan, ibu mengajakku untuk berkemas agar ketika turun tidak ada barang yang tertinggal. Namun aku hanya diam karena terpana pada dermaga yang sangat indah di penuhi lampu-lampu yang menyilaukan mata dalam gelapnya malam.
Peng...peng...peeeeeng bunyi suara terompet kapal yang menandakan kapal akan segera berlabuh. Mendengar suara itu aku pun segera membantu ibu berkemas dan segera menuju pintu gerbang. Saat sampai di dermaga ibu tampak sedikit bingung karena ia tidak melihat saudaraku datang menjemput kami, padahal ia sebelumnya sudah berjanji akan menjemput kami. Bu, kataku mendekatinya. Mana mereka bu? Ia mereka mana ya ulas ibuku kebingungan.
Kalau mereka tidak ada bagai mana kita kerumahnya bu? Apa ibu punya alamat nya bu? Tanyaku bertubi-tubi padanya. Mendengar perkatataanku ibu mencoba merogoh tasnya dengan berharap ia memiliki catatan alamat saudaraku itu, alamat yang di tinggalkannya ketika ia pulang ke kampung. Dan Alhamdulillah catatan alamatnya itu ada dan kami pun lansung menuju loket angkutan umum.
Tak lama kemudian kami mendapatkan angkot yang akan berangkat menuju alamat tersebut. Malam hari ini sudah jam 3 pagi. Memang suasana jalanan terasa sudah sangat sepi dan udara sejuk pun menembusi kulit kami. Seiring angkot yang melaju aku berusaha agar dinginnya malam tidak mengerogoti tulang kami.
Tepat jam tiga dini hari akhirnya kami pun sampai di alamat yang kami tuju. Terlihat suasana rumah yang sangat tenang di mana seisi rumah masih pada tidur. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, tok..tok..tok, ibuku mulai mengetok pintu masuk rumah saudaraku itu namun tampak belum ada yang terbangun dengan suara ketokan jari ibu. Bu kataku, mungkin mereka masih tidur pulas, jadi mereka tidak mendengarnya, apa tidak kita tunggu saja hingga subuh datang? Mereka pasti bangun untuk sholat subuh, ujarku. Dan akhirnya kami menunggu waktu subuh datang. Sementara itu kami istirahat diteras.
Tak lama kemudian waktu subuh pun datang dan suara azan pun sudah mulai berkumandang. Dan terdengar suara pintu mulai terbuka dari dalam yang sepertinya mereka sudah ada yang bangun. Lalu ibu ku kembali mencoba mengetuk pintu dan akhirnya ada yang keluar membukakan pintu. Alhamdulilah yang membuka pintu itu saudaraku. Melihat kehadiran kami berdua yang berdiri di depan pintu. Ia tampak kaget, ia tak menyangka kami akan datang. Memang sebelumnya ibu tidak memberitahu dia kapan kita akan datang. Tak banyak bicara ia menyuruh kami masuk dan membangunkan keluarganya agar bertemu dengan kami segera. Pertemuan pertama di subuh ini tampak hangat. Mereka sangat gembira menerima kedatangan kami. Disini aku mulai berfikir bahwa kekhawatiranku tidak akan mungkin menempatkanku kepada kekecewaan nantinya.
Pagi itu berlalu dengan kegembiraan dan sang fajar pun mulai beranjak pergi menandakan mereka harus beraktifitas seperti disetiap harinya, mereka suami istri yang sibuk bekerja di kantor setiap harinya. Sebelum pergi mereka pamit dan minta kami beristirahat terlebih dahulu karena kurang lebih sehari semalam penat dalam perjalanan dan sore nanti dia akan berbicara lagi.
Saudara
ibuku memiliki dua putri dan satu asisten rumah tangga. Semua kebutuhanku dan
ibu hari itu disediakan oleh asisten mereka, ia bernama mbak tatik berasal dari
jawa. Perawakannya yang gemuk dan pendek memberi kesan keras pada wajahnya dan
bahasanya juga agak tidak lembut.
#Halaman 3
Hari kedua
di rumah saudaraku
Hari ini saudaraku meminta semua berkas kepindahanku terutama berkas pindah sekolah. Karena ia akan mendaftarkanku kesekolah yang baru. Semua berkas yang dibutuhkan pun diberikan ibuku padanya. Ia berjanji akan memperhatikan pendidikanku seperti putri-putrinya sendiri.
Sorenya ia pulang dan memberi tahu bahwa tidak ada sekolah negeri yang dapat menerimaku karena waktunya telah akhir semester. Hingga ia memasukkanku ke sekolah swasta di Raja Haji Bintan. Walau hanya diterima di SMP swasta aku lega karena dapat bersekolah lagi. Namun ada hal baru mengguncang hatiku yaitu bagai mana aku bisa beradaptasi dengan mereka nantinya. Hari-hari aku lalui dengan rasa khawatir yang kembali aku rasakan, terlebih lagi saat ibuku harus kembali pulang ke kampung.
Pagi mingu, aku dan keluarga saudaraku mengantar ibuku ke pelabuhan Bintan. Berat sekali hati ini melepas ibuku pergi tapi ibuku harus kembali agar dapat mengurus ayah dan adikku lagi yang sudah seminggu kami tinggalkan. Bu hati-hati ya bu, ujarku sembari aku memeluknya.
Berat sekali hati ini melepasnya. Lalu perlahan ibu mendorong tubuhku agar ia bisa pergi sembari berkata "jangan begini nak, toh nanti setiap tahun sekali mereka akan mengantarmu pulang, jadi kamu harus ikhlas kita berpisah untuk sementara waktu demi sekolahmu. Tapi bu, kalau aku rindu ayah gimana bu, jawabku dengan nada yg sdikit merengek. Kamu kan bisa menelpon nantinya atau biar kami yang menelfon tiap hari minggu, ujar ibu pada ku. Mendengar ucapan ibu aku merasa sedikit lega walau hati ku berat melepasnya.
Saat ibuku mulai beranjak menaiki kapal, entah kenapa hati menatap kosong seakan jiwaku terbang bersama buih laut yang di tinggalkan kapal. Seakan mataku tidak dapat dipejamkan dan terasa di pipiku ada air yang mengalir. Air yang jatuh begitu saja hingga membasahi bahuku.Tapi ketika saudaraku medekat dan memintaku untuk segera bergegas kembali ke mobil. Aku segera membenahi air mata di pipiku. Walau sesungguhnya aku masih sangat hampa oleh keberangkatan ibuku namun aku harus kuat seperti yang di inginkan ibuku.
Waktu berlalu, mobil pun kembali
pulang menuju kerumah. Sesampai di rumah, kesunyian tidak juga hilang dari
hatiku. Aku segera masuk ke kamar dan air mataku kembali mengalir sembari
memeluk sebuah baju ibu yang tertinggal. Aroma ibu yang masih kuat pada baju
itu dan mungkin ibu sengaja meninggalkan salah satu bajunya. Agar aku tidak
merasa kehilangannya. Tidak bisa kubayangkan bagaimana aku harus menjalani hari
tanpa dirinya. Lama aku terdiam sambil memeluk baju ibu, lalu aku teringat
ucapannya bahwa aku pasti sanggup hidup mandiri tanpa dirinya. Dan akupun
menghapus air mata sembari melipat bajunya yang tertinggal...
#Halaman 4
Ah.... Kesedihan ini tidak akan merubah apapun, kataku di dalam hati sembari meneguk tangis. Lalu aku pun keluar dari kamar menuju balkon. Kebetulan kamarku di lantai dua di balkon ini. Aku lepas pandangan ke laut nan luas sembari berkata "Ayah, ibu tunggu aku pulang!!!" Ingin rasanya aku berteriak dari sana agar lepas sedih di hatiku tapi aku tak sanggup takutnya tetangga dan orang di dalam rumah merasa terganggu.
Di dermaga ini, laut nan luas dan tepian dermaga nan indah. Beri aku satu keyakinan bahwa inilah takdirku. Inilah yang terbaik untukku. Di dermaga ini awal hidupku yang baru, keluarga baru. Dan kasih sayang yang baru. Di dermaga ini, ku usung dada dan semangat baru untuk menjalani hari sebagai anak perantau. Di dermaga ini ku titip langkahku hingga aku pulang nanti. Di tepian dermaga ini akan kulukiskan harianku bersama siulan ombak yang memberi irama hatiku. Insyaallah aku yakin aku mampu jauh darimu ayah dan ibu. Doakan aku anakmu selalu...
Dengan memandang laut dan membayangkan senyum orang tuaku, hatiku merasa sedikit lega walau hari terasa amat berbeda. Untuk menghabiskan hari, kusibukkan diriku dengan mempersiapkan semua keperluan sekolahku. Mulai dari baju, tas, sepatu, buku dan yang lainnya. Tidak terasa haripun berlalu dengan cepat hingga malam pun datang. Namun sebelum tidur aku merasa dek-dekan, bagaimana hari esok akan kulalui di sekolahku yang baru. Tentunya suasananya nanti pasti tidak sama seperti di sekolahku yang lama. Di hatiku timbul pertanyaan, bisa tidak ya aku beradaptasi dengan semuanya esok?
Pertanyaan ini memenuhi fikiranku lalu aku kembali ke balkon kamarku sembari menatap laut yang tidak begitu terlihat namun suara ombak yang menyapa pantai seakan berseru di hatiku, kamu pasti bsa!. Melihat laut di malam hari sangat berbeda dari siang hari. Udara yang di hembuskan dari pantai terasa amat sejuk, menyejukkan hati yang sedang gundah. Dengan memandangi laut yang luas di malam hari, rasa kantuk hinggap di jendela mata dan akhirnya aku pun tidur dengan pulas.
Azan subuh pun memanggilku dari peraduan. Seusai mandi dan solat subuh, aku membantu mbak tatik menyediakan hidangan untuk sarapan bersama. Selesai sarapan saudara ibuku berkata "hari ini aku akan mengantarmu kesekolahmu yang baru tapi esok kamu harus bisa berangkat sendiri. Jadi kamu harus hafalin jalannya ya".
Aku mengangguk, di hatiku merasa kebingungan apa aku bisa. Hafal jalan dalam
sekali tempuh? Ah... jika aku memperhatikan pasti aku bisa kataku di dalam
hati. Lalu sehabis itupun aku bergegas mengambil tas dan naik kemobil bersama
anak-anaknya. Mobil mulai keluar dari gerbang rumah, saudara ibuku kembali
mengingatkan agar aku dapat menghafalkan jalan pulang agar aku tidak tersesat
nantinya.
Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...
Sampah Kata Seniman Bisu
Penulis Amatiran Dari Pinggiran
Secarik Ocehan Basi Tak Lebih Dari Basa-Basi
Post a Comment