Ayunan Waktu Dalam Kesunyian: Cerpen Karya Kei Naz
AYUNAN WAKTU
DALAM KESUNYIAN (Cerpen Karya Kei Naz)
Sepasang mata itu basah, menahan sesak dalam dada. Rintih suara hati Mentari tergambar jelas dari tatap matanya. Ia tertatih melangkah, semakin mendekat, detak jantung berdegup kian kencang.
Tempat itu masih sama seperti sebelumnya, ayunan kayu yang dihiasi bunga rambat plastik, ada beberapa kuntum bunga mawar diselipkan, bunga kesukaan Mentari.
Ayunan itu tergantung di bawah pohon tua, kokoh dan rindang. Tepat di belakang rumah yang telah memberi begitu banyak kenangan berharga, suka dan duka.
Kini, ayunan
itu terdiam, kesepian dan merapuh.
Sama seperti Mentari, masih terpuruk, meringkuk sunyi dalam jeruji kehilangan, merenda hari bersama derai air mata.
Masih jelas terekam jejak kenangan itu, detik terakhir dia bisa menatap bola mata lelaki pujaan hatinya, sosok yang telah memberinya begitu banyak cinta dan kasih sayang, kekasih hati yang bersedia melakukan apa saja untuk membuatnya tersenyum. Dia adalah Ryan, suami Mentari.
10 Oktober 2018 adalah hari bersejarah bagi mereka, hari dimana ikrar cinta mereka ucapkan di bawah naungan semesta dan restu dari orang-orang terkasih.
***
Kamis 11 januari 2019 setelah tiga bulan pernikahan mereka, Ryan mendapat tugas kantor ke luar kota, Bandung. Jabatan Ryan sebagai kepala marketing sebuah Bank konvensional ternama mengharuskan untuk sesekali survei lapangan dan memperkenalkan produk barang atau jasa perbankan.
Mentari sedikit merajuk atas kepergian suaminya, dan bukan Ryan namanya kalau tidak bisa membujuk hati wanita yang dicintainya. Pasangan hidup yang membuatnya merasa sebagai lelaki paling beruntung.
"Sayang, mas cuma dua hari ke Bandung. Segera setelah urusan kantor selesai mas akan pulang dan kita akan menghabiskan malam minggu dengan semua kegiatan yang kamu suka, ke kedai buku, toko bunga, pasar malam beli es krim kesukaan kamu." Ucap Ryan sambil mengayun tubuh mentari yang duduk di ayunan kayu.
Mentari berusaha tersenyum, meski dalam hatinya sedikit gundah, karna ini untuk pertama kalinya mereka berpisah setelah menikah.
Mentari ingin menyampaikan sesuatu, tapi diurungkannya. Ia ingin menjadikan kabar ini sebagai kejutan saat suaminya pulang dinas nanti.
Dua hari
lalu Mentari mencoba alat test kehamilan setelah dia yakin waktu haidnya
terlambat seminggu dari tanggal biasanya. Dan dia mendapati dua tanda garis
merah pada strip. Positif hamil.
Mentari sangat bahagia, kebahagiaannya sebagai seorang perempuan akan lebih sempurna karna dia akan menjadi seorang Ibu.
Dengan berat
hati Mentari melepas kepergian suaminya, Ryan menggunakan mobil menuju Kota Bandung, bersama supir kantor dan satu
orang rekan kerjanya.
Perjalanan dari rumahnya menuju Kota Bandung kurang lebih 4 jam.
***
Malang tak
dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Segala sesuatu dalam kehidupan bukan
manusia yang menentukan.
Tiga jam
setelah keberangkatan suaminya, Mentari menerima telpon dari RSUD Cianjur,
mengabarkan kecelakaan suaminya.
Mobil yang membawa Ryan dan rekannya ditabrak sebuah truk di kawasan Ciloto dengan kondisi jalanan menurun dan berkelok tajam.
Bagai disambar petir Mentari tak kuasa menerima kenyataan, kebahagiaan yang dia siapkan untuk suaminya kini sirna, berganti hunjaman kepedihan, Bik Minah pembantu yang setia menemaninya di rumah dengan sigap membopong tubuh Mentari, berikutnya telpon dari kantor menyusul menyampaikan kabar duka bahwa Ryan meninggal setelah tiba di Rumah sakit, bahkan tidak sempat mendapat pertolongan.
Setelah
kepergian lelaki bertubuh tegap dengan kulit sawo matang, humoris dan sabar
itu, hari-hari Mentari berselubung kabut, berulang kali dia mencoba bangkit dari keterpurukan tapi
segala sudut ruangan dan semua benda-benda di sekelilingnya mengingatkan dia
pada suaminya.
Terlebih lagi, janin yang dikandungnya semakin tumbuh, yang bahkan tidak sempat dia persembahkan pada suaminya sebagai kejutan.
Mentari kini
menyetuh ayunan yang sudah lama dia abaikan, tak sanggup rasanya mengingat
tatapan terakhir yang memberinya ketenangan dan kini harus dia tinggalkan.
Di tempat ini Mentari sangat dimanjakan oleh suaminya. Bercengkrama dan menghabiskan secangkir teh buatan kekasih hatinya.
"Ayo Non, mobil sudah siap, barang-barang sudah bibi naikkan ke bagasi, kita siap berangkat." Suara Bik Minah memecah sunyi yang merambat di antara gesekan dedadunan. Desir angin semakin membuat tubuh Mentari gigil.
Mentari
memutuskan untuk pergi ke Kalimantan, pulang ke rumah orang tuanya.
Baginya melanjutkan hidup di rumah itu, di kota Bogor tanpa suaminya seperti mengayuh biduk dengan sisa-sisa tenaga, kisah pilu itu membuat seluruh pertahanannya hancur. Namun dia harus tetap berpijak pada kenyataan setidaknya untuk buah hatinya.
"Dear
Kekasih hati...
Saat ini,
meski aku sendiri tapi aku tak pernah merasa sendirian
Cinta yang
tertinggal dalam hatiku
Adalah jejak bayanganmu yang bisa kudekap erat.
Jelas masih kulihat utuh dirimu, bahkan dengan mata terpejam."
Rindu tak
hanya tentang pertemuan
Ingatan yang
bertandang
Akan menjadi penyempurna doa dalam sujud terbaikku.
Jika tiba waktunya aku kembali, semoga Tuhan menjadikan aku bidadari paling bahagia demi melanjutkan kisah cinta kita menuju keabadian."
Puisi itu
ditulis Mentari, dalam perjalanannya menuju Bandara, dengan hati dihujani
rindu.
_____
Tamat
***
Demikian Cerpen Kei Naz (Lentera Merindu) yang dikirim oleh penulis untuk dimuat dalam web ini.
Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Post a Comment