Mencintaimu Seumur Hidupku Puisi Romantis Tentang Pernikahan Karya Muraz Riksi
Mencintaimu Seumur Hidupku
Oleh Muraz Riksi
Setelah sekian lama waktu yang berlalu
Setelah sekian senja kita menunggu
Tentang malam dan cerita kita yang bertemakan rindu
Disaat aku mengatakan mencintaimu seumur hidupku
Di hadapan ayahmu, dihadapan wali dan dihadapan para saksi dan tamu yang menyaksikan ikrar janjiku kepadamu
Ikrarku tidak hanya tentangmu
Dihari itu, janjiku sebagai laki-lakimu disaksikan malaikat dan itu bukan sekedar rangkaian kata cinta yang menjadi pengakuan
Setiap kata yang menjadi akadku kepadamu adalah tanggung jawabku kepada Tuhan
Tentang sumpahku yang mencintaimu seumur hidupku
Tentang ikrarku untuk menjagamu disetiap nafas hidupku
Tentang kita yang berbagi kehidupan, suka duka bersama, tentang pahit manis yang akan kita lalui dan tentang impian bahagia sampai hari tua
Sayang, diluar sana masih ada laki-laki yang ingkar janjinya kepada Tuhan
Masih ada laki-laki yang menghakimi perempuannya dengan tangan
Masih ada laki-laki yang mencari kesenangan dengan ketaksetiaan
Mereka lupa bahwa perempuan yang sukarela berbagi kehidupan adalah anak yang disayang oleh seorang ayah
Mereka lupa bahwa perempuannya adalah adik dari seorang abang yang dijaga dengan baik
Sayang, kenapa mereka begitu mudah melupakan janjinya?
Dihari-hari yang akan datang, aku ingin memegang teguh janjiku
Janjiku kepadamu, janjiku kepada ayahmu dan janjiku pada diriku sendiri untuk membahagiakanmu
Sayang, aku akan terus berjuang dengan segenap kemampuanku untuk menafkahimu
Untuk kebahagiaan anak-anak kita dan untuk semua impian kita dihari tua nanti
Sayang pintaku kepadamu, jangan ada pintamu yang melebihi batas kemampuanku
Jangan bandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain
Jangan lihat bahagia hanya dari kemewahan semata
Karena bahagiaku adalah menghabiskan sisa hidupku denganmu
Di rumah kecil, disenja hari dengan cangkir berisikan kopi, aku yang sedang merawat tanaman dan kau duduk di teras rumah
Itulah impianku menghabiskan banyak waktu denganmu...
Aceh, 31 Januari 2025
Narasi tentang puisi di atas:
Menikah bukan perkara melepas lajang, menikah bukan sekedar perkara memiliki perempuan. Disaat kamu telah mengucapkan akad di hari pernikahan, dihari itu pula akan ada pertanggungjawaban kepada Tuhan.
Setiap pernikahan bukan sekedar formalitas yang dirayakan, dengan topeng kemewahan, dengan pelaminan yang penuh pernak-pernik kebohongan. Kenapa aku mengatakan demikian? Memang benar merayakan hari pernikahan hanya sehari saja. Menampilkan kemewahan bak hidup takkan ada lagi kesusahan.
Menurutku merayakan hari itu tidak perlu berlebihan, sebagaimana engkau mampu rayakan saja. Karena pernikahan bukan hanya momen sehari yang diabadikan dengan kamera mahal ataupun dengan rias wajah dan baju pengantin yang kemahalan.
Sebab, setelahnya kehidupan nyata akan dimulai. Dimana seseorang dan pasangannya akan mengenal fakta sebenarnya tentang watak dari pasangannya. Tentang kehidupan yang akan terus menerus diuji oleh ujian ekonomi. Belum lagi ujian yang datang dari orang-orang dekat, tentang menyatukan perbedaan pendapat hingga kesabaran untuk saling menjadi kuat.
Jika membayangkan bahagianya pernikahan itu seperti hari dimana berlangsungnya perayaan dengan segala pernak-pernik kemewahan maka setiap hari kedepannya kamu dan pasangan akan berada di zona pertengkaran.
Kamu tahu, jika berbicara romantisnya pernikahan di dunia ini hanya ada beberapa kisah yang tak terkalahkan. Dimulai dari kisahnya Baginda Rasulullah Saw dengan Khadijah, kisahnya cinta Aisyah kepada Rasulullah.
Jika kamu ingin tahu bagaimana ujian pernikahan itu sendiri, tentang bagaimana sabarnya seorang istri, tentang bagaimana setianya seorang suami dan bagaimana romantisnya kehidupan mereka. Tak lain itu adalah kisah cintanya Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra.
Post a Comment