Rindu Yang Ku Langitkan Puisi Ibu Sedih Menyentuh Hati Karya Cut Citra Dewi
Ibu adalah sosok yang tak tergantikan. Dalam hangatnya pelukan, nasihatnya tersemat sebagai cahaya penuntun. Setiap kata yang ia ucapkan adalah wujud cinta yang tak terukur, mengarahkan kita dalam perjalanan hidup yang penuh liku. Puisi ini hadir sebagai ungkapan rasa syukur dan penghormatan kepada ibu, serta untuk mengenang nasihatnya yang bijak dan penuh kasih. Berikut teks puisinya:
Rindu Yang Ku Langitkan
Oleh : Cut Citra Dewi
Nak……
Masih ingatkah engkau padaku?
Akulah Wanita yang engkau panggil “IBU”
Akulah ibu yang selalu ada untukmu
Akulah ibu yang banyak kekurangan dalam membesarkanmu
Akulah ibu yang tidak akan menangis karena takdirku sendiri
Akulah ibu yang selalu menangis disetiap sujudku
Memohon kepada Rabb ku memberikan takdir terbaik untukmu
Aku wanita tua yang tidak lagi kuat seperti dulu
Lihatlah, begitu banyak kerutan dikeningku
Mata yang dulu kau pandang begitu indah sudah bersebar putih
Bibir yang dulu manis tersenyum untukmu sekarang sudah menghitam
Bintik hitam sudah mulai nampak jelas di kulit tuaku
Dan juga nafasku yang sudah mulai terpenggal
Nak……
Engkau makhluk mungilku yang kini tumbuh menjadi dewasa
Kaulah candaanku didalam sepiku
Kaulah pijarku didalam kegelapanku
Kaulah Buah hatiku selamanya didalam jiwaku
Maafkan ibu mu jika sampai hari ini
Ibu belum bisa menjadi ibu yang terbaik
Namun percayalah……
Ibu mu satu-satunya orang yang lupa berdoa untuk dirinya sendiri
Karena terlalu sibuk untuk mendoakanmu
Nak……
Tauhukah engkau diwaktu kecilmu saat melakukan kesalahan
Aku hanya tersenyum seraya mengatakan “ ah kamu ini”
Tetapi apakah saat aku tua nanti aku membuat kekesalan padamu
Maukah engkau membuat maklum untukku
Seperti aku siapkan maaf untukmu
Nak……
Datanglah padaku
Luangkan sedikit waktumu untuk menatapku
Aku rindu mendengar keluh kesahmu
Namun bibirku sulit mengeluarkan kalimat ini
Karena aku harus membuat persahabatan diantara kita
Agar bisa saling mendengar dan bercerita
Nak……
Kalau kau sulit melakukannya
Maka datang dan tataplah aku ketika tertidur
Peganglah tanganku yang lemah ini
Rasakan hangatnya sepert pelukanku untukmu diwaktu kecilmu
Dulu aku selalu melakukannya menatapmu diwaktu tidur
Aku Bahagia dan mendoakanmu dalam Ridha ku
Tiada seorangpun yang tau dimalam yang sunyi aku bersujud
Kupanjatkan tanganku kelangit
Meminta kepada Rabb ku untuk melindungimu
Meminta Rabb ku untuk tidak melibatkanmu dalam kesusahanku
Dan meminta Rabb ku untuk tidak melibatkanmu dalam dosaku seburuk apapun aku
Namun aku meminta kepada Rabb ku limpahkan pahala kebaikanku mengalir untukmu
Nak……
Bila tiba waktunya nanti aku kembali kepada Rabb ku
Dan aku menjadi bangkai dingin yang kau pegang
Ingat nak Ridha ku telah hilang
Kau hanya bisa berbakti mendo’akanku
Kau hanya bisa berbakti memohon ampunan untukku
Tetapi kau tidak bisa mendapatkan lagi Ridha ku
Ingat nak kau diciptakan Rabb ku untuk berbakti kepadaku
Bukan menjadi hakim dalam hidupku
Aku tidak menginginkan apapun darimu
Cukup engkau hargai keberadaanku hingga tiba ajalku
Nak……
Hari bergulir dan waktu telah berganti
Ibu mu semakin tua dan melemah
Jadikan ilmu yang kau miliki sebagai sebab bertambahnya pemahamanmu
Bahwa kau butuh ibu mu
Tidak ada yang sulit untuk kau lewati di muka bumi ini
Karena akan selalu ada do’a da Ridha ku untuk mu
Narasi tentang puisi di atas:
Seorang ibu duduk di tepi ranjang anaknya, memandangi wajah kecil yang tengah
tertidur lelap. Dalam benaknya, ia menyusun kata-kata, pesan yang ingin ia
sampaikan kepada buah hatinya. Ia tahu, hidup tak selamanya mudah. Ada badai
yang mungkin menyapu, jalan yang mungkin penuh liku, dan dunia yang terkadang
menampilkan kilau semu. Namun, ia ingin anaknya tumbuh dengan hati yang kokoh,
penuh iman, dan tetap rendah hati.
Dengan lembut, ia membayangkan dirinya berkata, "Nak, hidup ini tak
selalu semanis mimpi. Akan ada hari-hari berat, tetapi ingatlah, setiap langkah
yang kau ambil dengan ketulusan akan membuatmu lebih kuat. Dunia ini luas, dan
ada banyak hal yang akan memikatmu. Namun, jangan biarkan dirimu terlena oleh
kilau yang hanya semu. Tetaplah rendah hati, meski sayapmu kelak mampu
membawamu terbang tinggi."
Ia menarik napas panjang, membayangkan anaknya di masa depan, menghadapi
badai kehidupan. "Jika suatu hari kau terjatuh, jangan takut untuk
bangkit kembali. Ingatlah, di setiap langkahmu, doa ibu selalu menyertaimu. Doa
itu adalah pelindung, penuntun, agar kau tetap berada di jalan yang
benar."
Wajahnya melembut saat ia melanjutkan dalam hati, "Dan, Nak,
jadilah cahaya bagi dunia ini. Lakukanlah kebaikan bukan untuk nama atau
pujian, tetapi karena cinta. Hidup adalah perjalanan yang indah, asalkan kau
tempuh dengan hati yang tabah dan ikhlas."
Ibu itu kemudian tersenyum, mencium kening anaknya, dan berbisik lembut, "Tidurlah
yang nyenyak, Nak. Esok adalah hari baru, dan kau akan tumbuh menjadi seseorang
yang ibu banggakan." Ia tahu, di setiap langkah kecil anaknya, ada
bagian dari dirinya yang terus hidup, melalui doa, nasihat, dan cinta yang tak
bertepi.
Post a Comment